Mari Makmurkan Masjid dengan Sholat Berjamaah di Masjid

Kamis, 25 Februari 2016

Keutamaan Bacaan Setelah Salam Sholat Jum'at

Baca Fatihah Sampai Qulhu Masing-Masing Tujuh Kali: Terampuni Dosa
Hari Jumat merupakan sayyidul ayyam (penghulu hari), hari di mana kaum muslimin yang berkumpul bersama di masjid untuk menjalankan shalat Jumat. Karena itu hari Jumat merupakan salah satu hari raya umat Islam. Pada hari itu dianjurkan untuk memperbanyak pelbagai kebajikan seperti sedekah dan lain-lain.
Sedangkan mengenai hukum membaca surat Al-Fatihah, Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Nas setelah imam salam sebanyak tujuh kali menurut para ulama dari kalangan madzhab Syafi’i adalah sunah.
Kesunahan ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan al-Hafizh al-Mundziri dari Anas bin Malik RA. Hal ini sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab Tuhfatul Habib karya Sulaiman al-Bujairimi.
وَرَوَى الحَافِظُ اَلْمُنْذِرِيُّ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ قَالَ :مَنْ قَرَأَ إذا سَلَّمَ الإمامُ يَوْمَ الجُمُعَةِ قَبْلَ أنّ يُثْنِيَ رِجْلَهُ فَاتِحَةَ الكِتَابِ وقُلْ هُوَ الله أحَدٌ وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ سَبْعاً سبعاً غَفَرَ الله له ما تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وما تَأخَّرَ وأُعْطِيَ مِنَ الأجْرِ بِعَدَدِ كُلّ منْ آمَنَ بالله ورَسُولِه
“Al-Hafizh al-Mundziri meriwayatkan dari Anas RA bahwa Nabi SAW bersabda, ‘Barang siapa yang membaca surat Al-Fatihah, Al-Ikhlash, Al-Falaq dan surat An-Nas (al-mu`awwidzatain) masing-masing sebanyak tujuh kali ketika imam selesai membaca salam shalat Jumat, sebelum melipat kakinya, Allah akan mengampuni dosanya yang lalu dan sekarang, dan diberi pahala sebanyak orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,” (Lihat Sulaiman al-Bujairimi, Tuhfatul Habib ‘ala Syarhil Khathib, Beirut, Darul Kutub al-Ilmiyah, cet ke-1, 1417 H/1996 M, juz, II, h. 422).
Hadits yang dikemukakan di atas dengan sangat gamblang menunjukkan bahwa membaca surat Al-Fatihah, Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas masing-masing tujuh kali setelah shalat Jumat memiliki keutamaan yang sangat luar biasa, yaitu bisa menjadi sebab turunnya ampunan Allah SWT. Bahkan selain ampunan, Allah juga memberikan pahala besar bagi orang yang melakukannya. Dari sini lah kemudian kesunahan atau ajuran membaca surat-surat tersebut setelah shalat Jumat dapat dimengerti.
Lebih lanjut Sulaiman al-Bujairimi juga mengutip hadits lain yang diriwayatkan Ibnus Sunni dari hadits riwayat Aisyah RA.
وَرَوَى ابْنُ السُّنِّيِّ مِنْ حَدِيثِ عاَئِشَةَ أَنَّ النَّبِيِّ قَالَ : ( مَنْ قَرَأ بَعْدَ صَلاةِ الجمعة ) قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ (الاخلاص) وقُلْ أَعُوذُ بربَّ الفَلَقِ (الفلق) وقَلْ أَعُوذُ بَربَّ النَّاسِ (الناس) سَبْعَ مَرَّاتٍ أعَاذِهُ اللهُ بِهَا مِنَ السّوُّءِ إِلَى الْجُمُعَةِ الأُخْرَى
Ibnus Sunni meriwayatkan dari hadits riwayat Aisyah ra bahwa Nabi saw bersabda: ‘Barang siapa yang membaca surat Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Nas masing-masing tujuh kali, maka Allah akan melindunginya dari kejelekan sampai hari Jumat yang lain,” (Lihat Sulaiman al-Bujairimi, Tuhfah al-Habib ‘ala Syarh al-Khathib, juz, II, h. 422)
Lebih jauh, Sulaiman al-Bujairimi mengemukakan pendapat Abu Thalib al-Makki—seorang sufi besar, penulis kitab Qutul Qulub fi Mu’amalah al-Mahbub—yang menganjurkan membaca ‘Ya ghaniyyu ya hamid, ya mubdi’u ya mu’id, ya rahimu ya wadud, aghnini bi halalika ‘an haramika wa bi tha’athika ‘an ma’shiyatika wa bi fadhlika ‘amman siwaka’, setelah shalat Jumat sebanyak empat kali.
قَالَ أَبُو طَالِبٍ اَلْمَكِّيُّ : وَيُسْتَحَبُّ لَهُ بَعْدَ الْجُمُعَةِ أَنْ يَقُولَ يَا غَنِيُّ يَا حَمِيدُ يَا مُبْدِىءُ يَا مُعِيدُ يَا رَحِيمُ يَا وَدُودُ ، أَغْنِنِي بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَبِطَاعَتِكَ عَنْ مَعْصِيَتِكَ وَبِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ ، أَرْبَعَ مَرَّاتٍ
Abu Thalib al-Makki berkata, ‘Dan dianjurkan bagi orang yang telah selesai melaksanakan shalat Jumat untuk membaca ‘Ya ghaniyyu ya hamid, ya mubdi`u ya mu’id, ya rahimu ya wadudu, aghnini bi halalika ‘an haramika wa bi tha’athika ‘an ma’shiyatika wa bi fadhlika ‘amman siwaka’, sebanyak empat kali,” (Lihat Sulaiman al-Bujairimi, Tuhfatul Habib ‘ala Syarhil Khathib, juz, II, h. 422).

Sanad Pembelajaran Kitab Tafsir Jalalain

Dari Ustadz Khamdan Sampai pada Syaikh Jalaludin Al-Mahalli
Pengajian Tafsir Jalalain yang biasa diselenggarakan oleh DKM Al-Muhajirin, Perumahan Tjitra Mas Residence merupakan tradisi yang sudah dilakukan kalangan santri di Indonesia. Bahkan sanad atau urutan pembelajaran tafsir yang ditulis oleh Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi bersambung pada ulama Nusantara sampai masa sekarang.
Apa yang kita peroleh saat ini merupakan hasil dari jalan keilmuan dan tirakat yang telah dilakukan oleh para Guru-Guru Kita. Maka dari itu, Semoga nafas-nafas mereka terus berlanjut sampai kita. Membentuk bangunan yg telah mereka design.
Syaikh Mahfud Termas Pacitan merupakan ulama Indonesia Abad ke-18 yang dikenal dan masyhur namanya di dunia Islam Timur Tengah menjadi sumber pembelajaran Tafsir Jalalain di masyarakat Indonesia. Imam Mahfud Termas memiliki sanad terakhir (the last link) sampai pada Imam Al-Bukhari. Ia juga merupakan guru dari Hadlratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari dan merupakan guru yang turut mempengaruhi pola pikir dan tradisi KH Hasyim. Salah satunya adalah tradisi sanad yang dibawa oleh KH Hasyim Asy'ari dari Kiai Mahfud Termas ini.
Tradisi mengaji dengan memperhatikan urutan sanad para guru berguna untuk menjaga otentisitas ajaran. Hal yang terpenting adalah untuk memberikan rasa penghormatan dan tabarukan pada para guru.
Berikut ini sanad Kitab Tafsir Jalalain, melalui jalur Syaikh Mahfud Termas sampai kepada penulis tafsir, yakni Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Shuyuthi.
1. Ustadz Muhammad Khamdan, MA.Hum
2. KH. Masrukhin Mahfudz, Pondok Pesantren Al-Muna Mayong Jepara (1945-2013 M)
3. KH. Chudlori, Pondok Pesantren Tegalrejo Magelang (1912-1977 M)
4. Mbah KH. Baidlowi dari Lasem Rembang Jawa Tengah, Raisul Akbar Thariqah NU se Indonesia, pencetus gagasan status Presiden RI Ir H Soekarno sebagai "Waliyyul Amri ad-Dhoruri bis Syaukah" dan Hadlrotusy Syaikh Hasyim Asy’ari Jombang, pendiri Nahdhatul Ulama
5. Dari Syaikh Mahfud Termas.
6. Dari Syaikh Muhammad Abu Bakar Syatha Al-Makki.
7. Dari Sayyid Ahmad Zaini Dahlan
8. Dari Syaikh Utsman bin Hasan Ad-Dimyathi
9. Dari Syaikh Abdullah bin Hijazi As-Syarqawi
10. Dari As-Syams Muhammad bin Salim Al-Hifni
11. Dari Syaikh Muhammad nin Muhammad Al-Badiri
12. Dari Syaikh Abi Dliya’ Ali bin Ali As-Syibramalisi
13. Dari Syakh Ali Al-Halabi
14. Dari Syaikh Ali Az-Zayyady
15. Dari Syaikh Yusuf Al-Armayuni
16. Dari Syaikh Jalaluddin As-Shuyuthi (penulis tafisr Bagian pertama)
17. Dari Dari Syaikh Jalaluddin Al-Mahalli (penulis tafsir bagian ke-2)

Selasa, 23 Februari 2016

Grand Syeikh Al-Azhar: Sunni - Syiah Bersaudara

Grand Syekh Al Azhar Prof. Dr. Syekh Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyeb mengatakan bahwa umat Islam yang berakidah Ahlussunah bersaudara dengan umat Islam dari golongan Syi’ah.
“Sunni dan Syi’ah adalah saudara,” terang Syekh Ath-Thayyeb saat dimintai pandangannya oleh Dirjen Bimas Islam Machasin terkait permasalahan Sunny dan Syiah saat melakukan pertemuan di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jakarta, Senin (22/02/2016). Hadir dalam kesempatan ini, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin serta sejumlah ulama dan tokoh cendekiawan muslim.
Menurut Syekh Ath-Thayyeb, Islam mempunyai definisi yang jelas. Yaitu, bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, menegakkan salat, berpuasa, berzakat, dan beribadah haji bagi yang mampu. “Mereka yang melaksanakan lima hal pokok ini maka dia muslim. Kecuali mereka yang mendustakan,” tegasnya.
Grand Syekh menilai bahwa tidak ada masalah prinsip yang menyebabkan kaum Syiah keluar dari Islam. Bahkan, banyak ajaran Syi’ah yang dekat dengan pemahaman Sunny. Perbedaan antara Sunny dan Syi’ah dalam pandangan Syekh Thayyeb hanya pada masalah imamiah. “Syiah mengatakan imamiah bagian dari Ushuluddin, kita mengatakan sebagai masalah furu’,” terangnya.
“Kalau kita membaca kitab-kitab Syiah yang lama, mereka secara umum menghormati para sahabat,” tambahnya lagi. Bersama Majelis Hukama Al Muslimin yang dipimpinnya, Syekh Ath-Thayyeb dijadwalkan akan berada di Indonesia selama 6 hari guna menghadiri serangkaian acara. Pagi tadi, Grand Syekh diterima oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara.
Grand Syekh dijadwalkan akan memberikan kuliah umum dan pertemuan dengan para alumni Al Azhar di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu, beliau juga akan menerima penganugerahan gelar doktor kehormatan dari UIN Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang.
Mengakhiri kunjungannya di Indonesia, Grand Syekh dijadwalkan berkunjung ke Ponorogo untuk mengadakan pertemuan dengan keluarga besar pondok modern Darussalam Gontor, sekaligus pembukaan perayaan 90 tahun pondok tersebut. Selain memberikan sambutan, Syekh Ahmad Ath-Thayeb juga akan meresmikan gedung Pascasarjana Universitas Darussalam Gontor. Grand Syekh beserta rombongan dijadwalkan akan kembali ke Mesir pada Jumat (26/02) pagi.

Guyonan Gusdur Soal Sunni dan Wahabi

Meskipun seringkali disampaikan dengan guyonan, pesan-pesan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, selalu mengandung pesan yang dalam dan ilmiah. Kecerdasan cucu KH. Hasyim Asy’ari itu memang tak terbantahkan, sehingga apa yang disampaikan beliau selalu menjadi rujukan tidak hanya kaum Nahdhiyian. Sampai-sampai beliau disebut-sebut bagaikan perpustakaan berjalan.
Dan berikut salah satu guyonan Gus Dur tentang dialog antar Sunni dan Wahabi. Seperti diketahui, dua kelompok ini selalu berselisih dalam hal aqidah dan pemahaman tentang Islam :
WAHABI: “Apa dalil yang Anda gunakan dalam Tahlilan, sehingga komposisi bacaannya beragam atau campuran, ada dzikir, ayat-ayat al-Qur’an, sholawat dan lain-lain?”
SUNNI: “Mengapa Anda menanyakan dalil? Apa pentingnya dalil bagi Anda, sedang Anda tidak mau Tahlilan?”
WAHABI: “Kalau Tahlilan tidak ada dalilnya berarti bid’ah donk. Jangan Anda lakukan!”
SUNNI: “Sekarang saya balik tanya, adakah dalil yang melarang bacaan campuran seperti Tahlilan?”
WAHABI: “Ya tidak ada.”
SUNNI: “Kalau tidak ada dalil yang melarang, berarti pendapat Anda yang membid’ahkan Tahlilan jelas bid’ah. Melarang amal shaleh yang tidak dilarang dalam agama.
Kalau Anda tidak setuju dengan komposisi bacaan dalam Tahlilan, sekarang saya tanya kepada Anda, bacaan dalam sholat itu satu macam atau campuran?”
WAHABI: “Ya, campuran dan lengkap.”
SUNNI: “Berarti bacaan campuran itu ada contohnya dalam agama, yaitu sholat. Kalau begitu mengapa Anda masih tidak mau Tahlilan?”
WAHABI: “Kalau sholat kan memang ada tuntunan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kalau campuran dalam Tahlilan kan tidak ada tuntunan?”
SUNNI: “Itu artinya, agama tidak menafikan dan tidak melarang dzikir dengan komposisi campuran seperti Tahlilan, dan dicontohkan dengan sholat.
Sedangkan pernyataan Anda, bahwa dzikir campuran di luar sholat seperti Tahlilan, tidak ada dalilnya, itu karena Anda baru belajar ilmu agama. Coba perhatikan hadits ini:
عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : إِنَّ للهِ سَيَّارَةً مِنَ الْمَلاَئِكَةِ يَطْلُبُوْنَ حِلَقَ الذِّكْرِ فَإِذَا أَتَوْا عَلَيْهِمْ وَحَفُّوْا بِهِمْ ثُمَّ بَعَثُوْا رَائِدَهُمْ إِلىَ السَّمَاءِ إِلَى رَبِّ الْعِزَّةِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فَيَقُوْلُوْنَ : رَبَّنَا أَتَيْنَا عَلىَ عِبَادٍ مِنْ عِبَادِكَ يُعَظِّمُوْنَ آَلاَءَكَ وَيَتْلُوْنَ كِتَابَكَ وَيُصَلُّوْنَ عَلىَ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم وَيَسْأَلُوْنَكَ لآَخِرَتِهِمْ وَدُنْيَاهُمْ فَيَقُوْلُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : غَشُّوْهُمْ رَحْمَتِيْ فَيَقُوْلُوْنَ : يَا رَبِّ إِنَّ فِيْهِمْ فُلاَناً الْخَطَّاءَ إِنَّمَا اعْتَنَقَهُمْ اِعْتِنَاقًا فَيَقُوْلُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : غَشُّوْهُمْ رَحْمَتِيْ فَهُمُ الْجُلَسَاءُ لاَ يَشْقَى بِهِمْ جَلِيْسُهُمْ . (رواه البزار قال الحافظ الهيثمي في مجمع الزوائد: إسناده حسن، والحديث صحيح أو حسن عند الحافظ ابن حجر، كما ذكره في فتح الباري 11/212)
“Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah memiliki para malaikat yang selalu mengadakan perjalanan mencari majelis-majelis dzikir. Apabila para malaikat itu mendatangi orang-orang yang sedang berdzikir dan mengelilingi mereka, maka mereka mengutus pemimpin mereka ke langit menuju Tuhan Maha Agung – Yang Maha Suci dan Maha Luhur. Para malaikat itu berkata: “Wahai Tuhan kami, kami telah mendatangi hamba-hamba-Mu yang mengagungkan nikmat-nikmat-Mu, menbaca kitab-Mu, bershalawat kepada nabi-Mu Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan memohon kepada-Mu akhirat dan dunia mereka.” Lalu Allah menjawab: “Naungi mereka dengan rahmat-Ku.” Lalu para malaikat itu berkata: “Di antara mereka terdapat si fulan yang banyak dosanya, ia hanya kebetulan lewat lalu mendatangi mereka.” Lalu Allah – Yang Maha Suci dan Maha Luhur – menjawab: “Naungi mereka dengan rahmat-Ku, mereka adalah kaum yang tidak akan sengsara orang yang ikut duduk bersama mereka.” (HR. al-Bazzar. Al-Hafizh al-Haitsami berkata dalam Majma’ al-Zawaid [16769, juz 10, hal. 77]: “Sanad hadits ini hasan.” Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar, hadits ini shahih atau hasan).
Hadits di atas menjadi dalil keutamaan dzikir berjamaah, dan isi bacaannya juga campuran, ada dzikir, ayat-ayat al-Qur’an dan sholawat.”
WAHABI: “Owh, iya ya.”
SUNNI: “Makanya, jangan suka usil. Belajar dulu yang rajin kepada para Kiai dan ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Jangan belajar kepada kaum Wahabi yang sedikit-sedikitbilang bid’ah dan syirik.”
WAHABI: “Terima kasih”.
SUNNI: “Menurut Anda, Syaikh Ibnu Taimiyah itu bagaimana?”
WAHABI: “Beliau Syaikhul-Islam di kalangan kami yang Anda sebut Wahabi. Pendapat beliau pasti kami ikuti.”
SUNNI: “Syaikh Ibnu Taimiyah justru menganjurkan Tahlilan dalam fatwanya. Beliau berkata:
وَسُئِلَ: عَنْ رَجُلٍ يُنْكِرُ عَلَى أَهْلِ الذِّكْرِ يَقُولُ لَهُمْ : هَذَا الذِّكْرُ بِدْعَةٌ وَجَهْرُكُمْ فِي الذِّكْرِ بِدْعَةٌ وَهُمْ يَفْتَتِحُونَ بِالْقُرْآنِ وَيَخْتَتِمُونَ ثُمَّ يَدْعُونَ لِلْمُسْلِمِينَ الْأَحْيَاءِ وَالْأَمْوَاتِ وَيَجْمَعُونَ التَّسْبِيحَ وَالتَّحْمِيدَ وَالتَّهْلِيلَ وَالتَّكْبِيرَ وَالْحَوْقَلَةَ وَيُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم؟” فَأَجَابَ : الِاجْتِمَاعُ لِذِكْرِ اللهِ وَاسْتِمَاعِ كِتَابِهِ وَالدُّعَاءِ عَمَلٌ صَالِحٌ وَهُوَ مِنْ أَفْضَلِ الْقُرُبَاتِ وَالْعِبَادَاتِفِي الْأَوْقَاتِ فَفِي الصَّحِيحِ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ : ( إنَّ للهِ مَلَائِكَةً سَيَّاحِينَ فِي الْأَرْضِ فَإِذَا مَرُّوا بِقَوْمِ يَذْكُرُونَ اللهَ تَنَادَوْا هَلُمُّوا إلَى حَاجَتِكُمْ ) وَذَكَرَ الْحَدِيثَ وَفِيهِ ( وَجَدْنَاهُمْ يُسَبِّحُونَك وَيَحْمَدُونَك )… وَأَمَّا مُحَافَظَةُ الْإِنْسَانِ عَلَى أَوْرَادٍ لَهُ مِنْ الصَّلَاةِ أَوْ الْقِرَاءَةِ أَوْ الذِّكْرِ أَوْ الدُّعَاءِ طَرَفَيْ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنْ اللَّيْلِ وَغَيْرُ ذَلِكَ : فَهَذَا سُنَّةُ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِ اللهِ قَدِيمًا وَحَدِيثًا. (مجموع فتاوى ابن تيمية، ٢٢/٥٢٠).
“Ibnu Taimiyah ditanya, tentang seseorang yang memprotes ahli dzikir (berjamaah) dengan berkata kepada mereka, “Dzikir kalian ini bid’ah, mengeraskan suara yang kalian lakukan juga bid’ah”. Mereka memulai dan menutup dzikirnya dengan al-Qur’an, lalu mendoakan kaum Muslimin yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Mereka mengumpulkan antara tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hauqalah (laa haula wa laa quwwata illaa billaah) dan shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.?” Lalu Ibn Taimiyah menjawab: “Berjamaah dalam berdzikir, mendengarkan al-Qur’an dan berdoa adalah amal shaleh, termasuk qurbah dan ibadah yang paling utama dalam setiap waktu. Dalam Shahih al-Bukhari, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki banyak Malaikat yang selalu bepergian di muka bumi. Apabila mereka bertemu dengan sekumpulan orang yang berdzikir kepada Allah, maka mereka memanggil, “Silahkan sampaikan hajat kalian”, lanjutan hadits tersebut terdapat redaksi, “Kami menemukan mereka bertasbih dan bertahmid kepada-Mu”… Adapun memelihara rutinitas aurad (bacaan-bacaan wirid) seperti shalat, membaca al-Qur’an, berdzikir atau berdoa, setiap pagi dan sore serta pada sebagian waktu malam dan lain-lain, hal ini merupakan tradisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan hamba-hamba Allah yang saleh, zaman dulu dan sekarang.” (Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyah, juz 22, hal. 520).
Pernyataan Syaikh Ibnu Taimiyah di atas memberikan kesimpulan bahwa dzikir berjamaah dengan komposisi bacaan yang beragam antara ayat al-Qur’an, tasbih, tahmid, tahlil, shalawat dan lain-lain seperti yang terdapat dalam tradisi tahlilan adalah amal shaleh dan termasuk qurbah dan ibadah yang paling utama dalam setiap waktu.
WAHABI: “Lho, ternyata beliau juga menganjurkan Tahlilan ya. Owh terima kasih kalau begitu. Sejak saat ini, saya akan ikut jamaah Yasinan dan Tahlilan. Ternyata ajaran Wahabi tidak punya dalil, kecuali hawa nafsu yang selalu mereka ikuti.”

Senin, 22 Februari 2016

Tafsir Jalalain Surat Ali-Imran Ayat 11-14

Masjid Al-Muhajirin Tjitra Mas Residence, 21 Pebruari 2016. Oleh Ustadz Muh. Khamdan, MA.Hum
كَدَأْبِ آلِ فِرْعَوْنَ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَأَخَذَهُمُ اللَّهُ بِذُنُوبِهِمْ وَاللَّهُ شَدِيدُ الْعِقَابِ
11. Keadaan orang-orang yang kafir adalah seperti keadaan kaum Fir'aun dan orang-orang yang sebelum mereka. Mereka mendustakan ayat-ayat kami; maka Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosanya. Allah sangat keras siksa-Nya.
Setelah Allah menyebutkan tentang hari kiamat, lalu Allah memberitakan tentang semua orang-orang yang mengingkari Allah dan mendustai para Rasul Allah, mereka pasti akan masuk ke dalam neraka dan tersiksa di dalamnya. Harta dan anak-anaknya sama sekali tidak berguna di hadapan Allah, karena siksaan yang ditimpakan kepada mereka diakibatkan dosa yang dilakukannya.
Hal demikian seperti yang ditimpakan kepada keluarga besar Firaun dan kaum-kaum sebelumnya.
Umat-umat terdahulu tersebut seperti kaum kaum ‘Ad yang diutuskan padanya Nabi Hud di daerah antara Yaman dan Oman. Silsilah kaum’Ad diambil dari nama leluhurnya ‘Ad bin Aus bin Aram bin Syam bin Nuh. Umat ini dikenal sebagai manusia raksasa dengan kota Iram Dzatul ‘Imad (pemilik tiang-tiang) yang dibinasakan oleh Allah dengan angin berpasir sehingga menguburkannya karena menjadi penyembah berhala pertama setelah masa Nabi Nuh.
Umat sebelum Fir’aun yang lain adalah bangsa Tsamud. Bangsa ini dikenal sebagai pemahat gunung batu yang digunakan sebagai tempat tinggal yang berada di antara Madinah dan Syuriah atau dikenal dengan Wadi Qura. Nabi yang diutuskan kepada kaum Tsamud adalah Nabi Sholeh. Pengingkaran umat ini dibalas dengan siksaan guntur yang menghancurkannya.
. قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا سَتُغْلَبُونَ وَتُحْشَرُونَ إِلَى جَهَنَّمَ وَبِئْسَ الْمِهَادُ
12. Katakanlah kepada orang-orang yang kafir: "Kamu pasti akan dikalahkan (di dunia ini) dan akan digiring ke dalam neraka Jahannam. Dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal".
Ayat ini menjadi informasi dan kabar gembira bagi kaum mukminin, dan ancaman bagi orang-orang kafir bahwa mereka akan dikalahkan di dunia ini. Dan benarlah telah terjadi sesuai dengan yang Allah kabarkan di mana mereka telah dikalahkan dengan kekalahan yang tidak ada tandingan dan tidak ada yang setara dengannya dalam peperangan yang dilakukan terhadap kaum Muslim.
قَدْ كَانَ لَكُمْ آيَةٌ فِي فِئَتَيْنِ الْتَقَتَا فِئَةٌ تُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَأُخْرَى كَافِرَةٌ يَرَوْنَهُمْ مِثْلَيْهِمْ رَأْيَ الْعَيْنِ وَاللَّهُ يُؤَيِّدُ بِنَصْرِهِ مَنْ يَشَاءُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لأولِي الأبْصَارِ
13. Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang berhadap-hadapan. Satu golongan berperang di jalan Allah dan yang lain golongan kafir yang melihat dengan mata kepala (seakan-akan) orang-orang muslim dua kali lipat jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan (mata hati).
Allah ta’ala menjadikan apa yang terjadi dalam peperangan Badar sebagai tanda-tandaNya yang menunjukkan atas kebenaran RasulNya, dan bahwa beliau berada di atas kebenaran sedangkan musuh-musuhnya berada di atas kebatilan. Di mana kedua pasukan bertemu dengan jumlah pasukan kaum muslimin yang berjumlah 313 orang ditambah dengan peralatan yang sedikit, dan pasukan kaum kafir yang mencapai seribu orang ditambah dengan persiapan mereka yang sempurna dalam persenjataan dan lain-lainnya. Namun Allah membela kaum mukminin dengan pertolonganNya hingga mereka mampu mengalahkan kaum kafir dengan izin Allah. Ayat ini mengandung pelajaran bagi orang-orang yang memiliki mata hati, dan sekiranya ini bukan kebenaran yang apabila menghadapi kebatilan pasti akan melenyapkannya dan merendahkannya, maka pastilah, jika diukur dari sebab-sebab yang kongkrit, kenyataannya akan terbalik زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ (
١٤)
14. Dijadikan indah dalam (pandangan) manusia cinta kepada apa-apa yang diinginkan, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia (yang sementara), dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
Allah swt, memberitahukan mengenai apa yang dijadikan indah bagi manusia dalam kehidupan dunia, berupa berbagai ragam kenikmatan; wanita dan anak. Allah swt. memulainya dengan menyebut wanita, karena fitnah yang ditimbulkan oleh wanita itu lebih berat, sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits shahih, bahwa Rasulullah bersabda: “Aku tidak meninggalkan suatu fitnah yang lebih bahaya bagi kaum laki-laki daripada wanita.
Jika keinginan terhadap wanita itu dimaksudkan untuk menjaga kesucian dan lahirnya banyak keturunan, maka yang demikian itu sangat diharapkan, dianjurkan dan disunnahkan. Sebagaimana beberapa hadits telah menganjurkan menikah dan memperbanyak nikah. “Dan sebaik-baik umat ini yang paling banyak isterinya.”
Juga sabdanya: “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasannya adalah wanita shalihah. Jika dia (suami) memandangnya dia (isteri) menyenangkannya, jika memerintahnya maka dia mentaatinya, dan jika ia (suami) tidak berada di sisinya, dia senantiasa menjaga dirinya dan (menjaga) harta suaminya.” (HR. Muslim, an-Nasa’i dan Ibnu Majah).
Dan sabdanya dalam hadits lain: “Dijadikan aku menyukai wanita dan wangi-wangian, dan dijadikan kesejukan mata hatiku di dalam shalat.” (Diriwayatkan an-Nasa’i dan al-Hakim. Al-Hakim mengatakan, hadits ini shahih dengan syarat Muslim tanpa kata “ju’ilat.” Dan diriwayatkan Imam ath-Thabrani dalam kitab al-Ausath dan ash-Shaghiir.)
Kecintaan kepada anak dimaksudkan untuk kebanggaan dan sebagai perhiasan, dan hal ini termasuk ke dalam kategori (ayat) ini. Tetapi terkadang juga kecintaan pada anak itu dimaksudkan untuk memperbanyak keturunan dan memperbanyak jumlah umat Muhammad yang hanya beribadah kepada Allah; semata, yang tiada sekutu bagi-Nya. Hal ini sangat terpuji, sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits: “Kawinilah wanita yang dicintai (keibuan) dan yang melahirkan banyak keturunan, karena aku bangga dengan jumlah kalian yang banyak, sebagai umat yang terbanyak pada hari Kiamat kelak.”
Demikian halnya dengan kecintaan kepada harta benda. Terkadang dimaksudkan untuk berbangga-bangga, angkuh dan sombong kepada orang-orang lemah serta menindas orang-orang fakir, hal ini merupakan perbuatan tercela.
Tetapi terkadang dimaksudkan untuk memberikan nafkah kepada kaum kerabat, mempererat silaturahmi, berbuat baik dan ketaatan, yang terakhir ini merupakan perbuatan terpuji secara syar’i.
Para mufassir berbeda pendapat mengenai ukuran qinthar. Tetapi ringkasnya, qinthar adalah harta yang banyak, sebagaimana yang dikatakan oleh adh-Dhahhak dan lainnya. Dan Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Abu Hurairah sebagai hadits mauquf seperti riwayat Waki’ dalam tafsirnya. Dan inilah yang lebih shahih.

Kamis, 18 Februari 2016

Menyambut Imunisasi Massal 2016

Gratis Serentak 8-15 Maret 2016
Pelaksanaan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio tahun 2016 di Indonesia bertujuan untuk mendukung hilangnya penyebaran penyakit polio dan penyakit campak di dunia pada akhir 2020.
Dunia sudah berhasil melakukan eradikasi atau keberadaan penyakit cacar pada 1980. Kini, dunia berupaya agar penyakit polio juga hilang di tahun 2020. Sidang World Health Assembly 2012 menyatakan eradikasi polio merupakan kedaruratan kesehatan masyarakat global.
Memang sudah tidak ada lagi kasus polio di Indonesia sejak 2006, dan Indonesia juga sudah dinyatakan bebas polio 27 Maret 2014. Namun virus ini bisa menyebar lagi ke Indonesia karena ada dua negara yang belum bebas polio yaitu Afganistan dan Pakistan.
PIN 2016 akan dilaksanakan 8 – 15 Maret 2016 dengan pemberian vaksin aktif melalui mulut dua tetes setiap anak usia 0 sampai 59 bulan tanpa melihat status imunisasinya. Gratis untuk didapatkan di balai pengobatan, puskesmas, polindes, maupun Rumah Sakit.

Mengaji Dakwah Walisongo

Menulislah Gagasan Agar Menjadi Bukti Kesejarahan Kita
Walisongo menulis semua ajaran tentang Islam dengan menggunakan tulisan dan bahasa lokal, bukan Arab maupun Pegon. Suluk-suluk yang dibuat oleh para Wali, semuanya menggunakan tulisan lokal. Suluk "Wrucil" nya Sunan Bonang, suluk "Linglung" nya Sunan Kalijaga, kidung "Purwojati" dan sebagainya, semua menggunakan bahasa dan bentuk huruf lokal Jawa.
Belakangan terjadi sesat pikir yg menganggap bahwa semua tulisan yg menggunakan huruf berkarakter lokal seperti Hanacaraka adalah warisan Hindu Majapahit. Akhirnya ajaran-ajaran yang menggunakan huruf-huruf tersebut dan bukan huruf Arab menjadi tertolak. Akibatnya ilmu-ilmu yang diwariskan Walisongo menjadi tidak berkembang. Saat Belanda datang ke Nusantara adalah dalam situasi mandegnya ajaran Walisongo tersebut bersamaan dengan makin kentalnya kecenderungan dan pendekatan fiqih, maka penjajahan akhirnya dengan mudah terjadi, karena para ulama lebih menonjolkan dalil-dalil dan tidak berpijak ke tradisi yg sudah ada. Pada periode ini pesantren-pesantren sudah mulai tidak bisa membaca tulisan Hanacaraka lagi. Inilah gelombang ke-2 Islam di Nusantara, setelah Gelombang pertama yang dibawa oleh Walisongo.
Walhasil, para misionaris dan orientalis yang datang di Nusantara justru yang akhirnya memunguti mutiara karya-karya tulisan Walisongo tersebut dan mempelajarinya, sementara muslim Indonesia meninggalkannya. Misalnya, naskah kidung Purwojati yang terdiri 46 pupuh, dan berisi pengetahuan-pengetahuan serta informasi yang sangat langka, ternyata didapatkan dari almarhum Romo Kuntoro, yang beragama Katolik. Saat ini naskah-naskah Walisongo banyak disimpan di Vatikan dan Leiden Belanda dan umat Islam sendiri menganggap semua naskah Jawa tersebut adalah tulisan kafir dan tidak perlu dipelajari. Padahal banyak sekali naskah-naskah tersebut yang mencakup berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Periodesasi Dakwah
Jika diklasifikasikan berdasarkan waktu dan karakteristiknya, gelombang Islam di Nusantara dapat kita bagi menjadi tiga. Gelombang pertama, adalah era Walisongo. Gelombang Kedua, adalah era pasca Walisongo yang ditandai dengan mulai hilangnya ilmu-ilmu warisannya karena huruf Jawa ditolak sebagai sumber pengetahuan Islam. Dan gelombang Ketiga, adalah keadaan seperti saat ini, dimana berbagai pengerasan dan reduksi-pendangkalan terjadi serta dengan sederhana mengidentikkan Islam dengan simbol-simbol budaya Arab. Islam cenderung dilihat dari citra kulit, bukan substansi.
Jika tidak berhati-hati maka berbagai warisan adiluhung Walisongo akan dapat makin lenyap digerus oleh arus globalisasi dan kecenderungan-kecenderungan mutakhir yang bergerak sangat cepat dan massif.
Belajar dari sejarah bahwa sebuah negara dan kebudayaan bisa saja hilang atau punah. Contohnya negeri Campa. Kebudayaan Campa saat ini hanya tinggal suku kecil di Vietnam dan Kamboja. Padahal negeri Campa pernah besar dengan kebudayaannya.
Demikian juga bangsa Kurdi di Kurdistan. Salah seorang pemimpinnya yang sangat terkenal dan dicatat dunia serta dibanggakan oleh umat Islam adalah Shalahuddin Al-Ayyubi. Tapi suku Kurdi sendiri kini lenyap dan hanya menyisakan suku Kurdi yang kecil di Irak, Suriah dan Turki. Identitasnya telah hilang.
Yang paling tragis adalah suku Kazar, yang berada di Kaukasus, Gorgia. Bangsa ini dulu mempunyai kerajaan yg besar tapi akhirnya hilang sama sekali. Dan yang mengerikan adalah bahasa Kazar itu sendiri juga hilang. Keturunan bangsa Kazar sudah tidak tahu bagaimana bahasa Kazar. Hal ini dikarenakan terjadinya "petaka budaya", dimana orang Kazar yang memeluk Islam lebih memilih untuk berbicara hanya dalam bahasa Arab, sementara yang Kristen menggunakan bahasa Yunani, sedang yang memeluk agama Yahudi menggunakan bahasa Ibrani, tak ada yg menggunakan bahasa Kazar. Maka perlahan habislah bahasa Kazar bahkan hingga tak dikenali lagi oleh keturunannya, dan akhirnya melenyap dari peradaban dunia.
Hal serupa yang terjadi pada bangsa-bangsa tersebut tidak menutup kemungkinan juga terjadi pada beragam suku dan kebudayaan di Nusantara jika kita sendiri tidak menjaganya. Identitas budaya kita dapat hilang kapan saja dan terancam menjadi entitas anonim yang rentan digilas arus global.
Sementara Walisongo telah berjasa memberikan identitas bagi Islam di Nusantara dan memberi inspirasi untuk itu. Belanda menjajah selama 350 tahun. Saat proklamasi 17 agustus 45 umat Islam di Indonesia berjumlah 95% dari seluruh penduduk Indonesia. Sementara di utara ada Filipina. Dulu di negeri itu berdiri kerajaan-kerajaan Islam seperti Mindanao, Isulu dan Zamboanga. Kotanya yang terbesar bernama Amanillah (sekarang dikenal sebagai Manila). Setelah dijajah Spanyol selama 150 tahun umat Islamnya hanya tinggal 5% saja.
Karakter keberagamaan umat Islam di Indonesia lebih kuat dan berdaya tahan, dimana hal itu tak lepas dari kuatnya mental warisan Walisongo yang bukan melulu mengajarkan syariah, melainkan berbagai aspek ilmu pengetahuan dan integrasi budaya lokal yang kuat. Karenanya penting untuk menggali kembali sejarah kebudayaan dan warisan pemikiran Walisongo tersebut sebagai usaha menemukan spirit dan energi besar yang mereka wariskan untuk memperkuat kita, baik sebagai entitas umat beragama maupun bangsa, baik di masa kini maupun di masa yang akan datang. Itulah kekuatan Islam Nusantara.

Waspadai Demam Berdarah

Basmi Habis Nyamuk dari Tempat Kita
Saat musim hujan, ancaman serangan penyakit yang disebabkan oleh nyamuk di negara tropis seperti Indonesia, menjadi kondisi tak terelakkan. Virus Zika hanyalah satu dari sekian banyak penyakit yang disebabkan nyamuk, di samping Demam Berdarah dan Malaria.
Indonesia adalah tempat yang subur untuk pertumbuhan penyakit yang disebabkan nyamuk. Sebuah lembaga penelitian asal Indonesia baru-baru ini melaporkan penemuan satu orang yang positif terjangkit virus Zika di pulau Sumatera akibat gigitan nyamuk Aedes Aegypti.
Karenanya, Peneliti dari Divisi Tropik dan Penyait Menular FKUI RSCM dr. Erni Juwita Nelwan, SpPD, KPTI, FACP, FINASIM menekankan pentingnya bagi Indonesia untuk mempersiapkan diri menghadapi potensi ancaman penyakit disebabkan nyamuk, terutama Aedes Aegypti. Jenis nyamuk ini merupakan penyebab demam berdarah dan juga penyebar virus Zika.
Diperlukan sebuah kesadaran bersama dan upaya pencegahan serius dari semua pihak dalam membasmi nyamuk Aedes Aegypti. Aedes aegypti umumnya berkembang biak di rumah. Jenis nyamuk ini menyukai air bersih dan terdapat di hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Nyamuk mempunyai sifat yang khas, menggigit pada pagi dan sore hari, senang hinggap di gantungan baju dan berkembang biak di tempat penampungan air bersih seperti bak mandi, tempayan, hinga tempat minum burung dan barang bekas yang terisi air hujan.
Selain upaya yang selama ini lazim dilakukan yakni Menguras, Menutup dan Mengubur (3M), yang terpenting, menurutnya, adalah kesadaran masyarakat untuk memulai pencegahan berkembangnya nyamuk dari lingkungan terkecil yakni rumah.

Selasa, 16 Februari 2016

Administrasi Kependudukan yang Harus Diketahui

Perubahan-Perubahan Penting
Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 menjadi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan yang telah disahkan oleh DPR-RI pada tanggal 26 November 2013 merupakan perubahan yang mendasar di bidang administrasi kependudukan.
Tujuan utama perubahan UU dimaksud adalah untuk meningkatkan efektivitas pelayanan administrasi kependudukan kepada masyarakat, menjamin akurasi data kependudukan dan ketunggalan Nomor Induk Kependudukan (NIK) serta ketunggalan dokumen kependudukan. Perubahan mendasar di UU No. 24 Tahun 2013 adalah sebagai berikut:
1. Masa Berlaku KTP Elektronik (KTP-el)
Semula 5 (lima) tahun diubah menjadi berlaku seumur hidup sepanjang tidak ada perubahan elemen data dalam KTP (Pasal 64 ayat 7 huruf a UU No. 24 Tahun 2013). KTP-el yang sudah diterbitkan sebelum berlakunya Undang-Undang No. 24 Tahun 2013 ini, ditetapkan berlaku seumur hidup (Pasal 101 point c UU No. 24 Tahun 2013).
2. Penggunaan Data Kependudukan Kementerian Dalam Negeri
Data Kependudukan Kementerian Dalam Negeri yang bersumber dari data kependudukan kabupaten/kota, merupakan satu-satunya data kependudukan yang digunakan untuk semua keperluan: alokasi anggaran (termasuk untuk perhitungan DAU), pelayanan publik, perencanaan pembangunan, pembangunan demokrasi, penegakan hukum, dan pencegahan kriminal (Pasal 58 UU No. 24 Tahun 2013).
3. Pencetakan Dokumen/Personalisasi KTP-el
Pencetakan dokumen/personalisasi KTP-el yang selama ini dilaksanakan terpusat di Jakarta akan diserahkan kepada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota pada Tahun 2014 (Pasal 8 ayat 1 huruf c UU No. 24 Tahun 2013).
4. Penerbitan Akta Kelahiran yang Pelaporannya melebihi Batas Waktu 1 (satu) Tahun
Semula penerbitan tersebut memerlukan penetapan Pengadilan Negeri, diubah cukup dengan Keputusan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota. Hal ini sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 30 April 2013.
5. Penerbitan Akta Pencatatan Sipil
Semula dilaksanakan di tempat terjadinya Peristiwa Penting, diubah menjadi penerbitannya di tempat domisili penduduk.
6. Pengakuan dan Pengesahan Anak
Dibatasi hanya untuk anak yang dilahirkan dari perkawinan yang telah sah menurut hukum agama tetapi belum sah menurut hukum negara (Pasal 49 ayat 2). Pengesahan anak yang selama ini hanya dengan catatan pinggir diubah menjadi Akta Pengesahan Anak (Pasal 49 ayat 3 UU No. 24 Tahun 2013).
7. Pengurusan dan Penerbitan Dokumen Kependudukan Tidak Dipungut Biaya (Gratis)
Larangan untuk tidak dipungut biaya semula hanya untuk penerbitan KTP-el, diubah menjadi untuk semua dokumen kependudukan seperti KK, KTP-el, Akta Kelahiran, Akta Perkawinan, Akta Kematian, Akta Perceraian, Akta Pengakuan Anak, dan lain-lain (Pasal 79A UU No. 24 Tahun 2013).
8. Pencatatan Kematian
Pelaporan pencatatan kematian yang semula menjadi kewajiban penduduk, diubah menjadi kewajiban RT atau nama lain untuk melaporkan setiap kematian warganya kepada Instansi Pelaksana (Pasal 44 ayat 1 UU No. 24 Tahun 2013). Pelaporan tersebut dilakukan secara berjenjang melalui RW atau nama lain, Desa/Kelurahan dan Kecamatan. Dengan kebijakan ini diharapkan cakupan pencatatan kematian akan meningkat secara signifikan.
9. Stelsel Aktif
Semula stelsel aktif diwajibkan kepada penduduk, diubah menjadi stelsel aktif diwajibkan kepada pemerintah melalui petugas.
10. Petugas Registrasi
Petugas Registrasi membantu Kepala Desa atau Lurah dan Instansi Pelaksana dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (Pasal 12 ayat 1 UU No. 24 Tahun 2013). Petugas Registrasi diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota. Petugas Registrasi harus PNS, diubah diutamakan PNS (Pasal 12 ayat 1 UU No. 24 Tahun 2013).
11. Penambahan Sanksi
Setiap orang yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi dan/atau melakukan manipulasi data kependudukan dan/atau elemen data penduduk dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 75.000.000 (Pasal 94 UU No. 24 Tahun 2013). Setiap pejabat dan petugas pada Desa/Kelurahan, Kecamatan, UPTD, Instansi Pelaksana yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi pungutan biaya kepada penduduk dalam pengurusan dan penerbitan dokumen kependudukan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 75.000.000 (Pasal 95B UU No. 24 Tahun 2013). Setiap orang atau Badan Hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau mendistribusikan dokumen kependudukan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000 (Pasal 95B UU No. 24 Tahun 2013).
Hal-hal yang terkait pelayanan administrasi kependudukan di wilayah Kabupaten Bogor, baik keluhan, saran, dan kritikan dapat menghubungi Nomor HP/WA. 081390263336

Senin, 15 Februari 2016

Tafsir Jalalain Surat Al-Imron Ayat 1-10

Pengantar Kisah Keluarga Imron, Ayahnya Maryam
Masjid Al-Muhajirin Tjitra Mas Residence, 14 Pebruari 2016. Oleh Ustadz Muh. Khamdan, MA.Hum
1. Alif Lam Mim.
اللّهُ لَا إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ
2. Allah, tiada Tuhan melainkan Dia, Yang Mahahidup, Maha Berdiri Sendiri, yang karena-Nya segala sesuatu ada.
Surah ini diawali dengan penegasan tentang hal terpenting dalam penciptaan, yaitu tauhid, keesaan Allah. Alquran menegaskan bahwa hanya ada satu pencipta yang dari-Nya seluruh makhluk berasal. Sifat paling mulia dan gambaran paling agung tentang Sang Pencipta ini adalah bahwa Dia maha hidup dan maha berdiri sendiri. Ayat ini menjadi penghubung dengan akhir surat Al-Baqarah yang menjelaskan tentang keimanan.
Kalimat “Ya Hayyu Ya Qayum” diijazahkan dari Mbah Kholil Bangkalan Madura, sosok gurunya para kiyai Nusantara, sebagaimana diceritakan oleh Habib Assegaf, PP Nurul Iman Parung Bogor, dalam ceramah di Masjid Baitul Aziz, Desa Pelemkerep Mayong Jepara, untuk mengamalkan membaca “Ya Hayyu Ya Qayyum, La ilaha illa anta” sebanyak 40 kali sebelum sholat subuh.
نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَأَنزَلَ التَّوْرَاةَ وَالإِنجِيل
3. Dia telah menurunkan Alquran kepadamu dengan sebenarnya, membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya; dan Dia menurunkan Taurat dan Injil.
Dalam ayat ini Allah menyapa Nabi Muhammad dan seluruh pengikutnya. Alquran yang diturunkan kepada Muhammad memperkuat kebenaran kitab-kitab sebelumnya, yaitu Taurat dan Injil.
Risalah dari kitab-kitab samawi berasal dari satu sumber yang sama, meskipun diturunkan pada waktu yang berbeda-beda, untuk peradaban dan budaya yang berbeda pula. Kitab Nabi Musa dan Nabi Isa hanyalah cocok untuk masanya, dan ajaran Nabi Isa menggantikan ajaran yang masih tersisa dari tradisi lisan Talmud kaum Yahudi.
Al-quran yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad menggantikan seluruh ajaran samawi terdahulu. Ia merupakan risalah terakhir, karena ia mencakup seluruh kesadaran kenabian. Bahasa Arab Alquran dan mata rantai pengajarannya menegaskan keotentikan dan keterpeliharaannya. Upaya-upaya untuk menafsirkan Alquran dan sunah Nabi untuk membenarkan prasangka pribadi, atau menguatkan perbuatan salah, terus berianjut. Meskipun demikian, Islam senantiasa terpelihara sebagaimana aslinya dan tingkah laku kaum muslim yang menggunting dalam lipatan ini selalu dapat dideteksi oleh siapa pun yang telah diberikan cahaya Islam.
مِن قَبْلُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَأَنزَلَ الْفُرْقَانَ إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ بِآيَاتِ اللّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَاللّهُ عَزِيزٌ ذُو انتِقَامٍ
4. Sebelum itu, sebagai petunjuk bagi manusia, dan Dia menuninkan Kitab Pembeda. Sesungguhnya, orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan mem-peroleh siksa yang berat. Dan Allah Mahaperkasa, Maha Pembalas.
Alquran memiliki beberapa nama, dua di antaranya adalah "al-Kitab" (al-kitab) dan "Pembeda" (al-furqan). Alquran, kitab pengetahuan dan pernahaman, didasarkan atas pembedaaan antara yang hak dan yang batil. Dengan membaca kitab ini, kita belajar membedakan antara yang benar dan yang salah, antara yang kekal dan yang sementara.
Ayat ini menegaskan bahwa pengetahuan tentang Allah merupakan prioritas paling utama. Siapa pun yang mengingkari ayat-ayat Allah, siapa pun yang mengingkari bukti adanya Sang Pencipta, siapa pun yang mengingkari adanya saling ketergantungan segala sesuatu di alam ini, siapa pun yang mengingkari kekuasaan tunggal yang melahirkan beraneka ragam wujud, dan siapa pun yang secara terang-terangan menentang nilai-nilai atau sifat-sifat-Nya, berarti ia berada dalam keadaan menderita dan kesakitan, yaitu, memperoleh " siksa yang pedih" (adzab syadid).
إِنَّ اللّهَ لاَ يَخْفَى عَلَيْهِ شَيْءٌ فِي الأَرْضِ وَلاَ فِي السَّمَاءِ
5. Sesungguhnya tak ada sesuatupun di Bumi maupun di langit yang tersembunyi di hadapan Allah.
Tak ada sesuatupun yang tersembunyi di hadapan Allah. Bagaimana mungkin seseorang dapat berpaling hingga meyakini bahwa Allah dan makhluk-Nya tidak ada? Di manakah ia dapat bersembunyi dari zat yang memberikan kehidupan kepadanya? Kemanapun ia pergi, sistem penunjang hidupnya selalu menyertainya. Bagaimana mungkin seseorang bisa mengatakan bahwa ia tidak mengetahui Allah—di tempat manakah Allah tidak ada? Jawabannya tentu tempat semacam itu tidak ada.
هُوَ الَّذِي يُصَوِّرُكُمْ فِي الأَرْحَامِ كَيْفَ يَشَاءُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
6. Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana yang Dia kebendaki; tak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha perkasa, Maha bijaksana.
Manusia sendiri adalah sebuah bentuk, sebuah gambar, sebuah perwujudan dari Yang Maha Wujud. la merupakan contoh dari Yang Maha Wujud, karena dalam dirinya terkandung makna segala sesuatu yang ia alami. Ia adalah sebuah mikrokosmos alam. Jika dalam diri seseorang tidak terdapat potensi untuk memahami segala sesuatu yang berada di luar dirinya, bagaimana mungkin ia bisa memahami dunia luar? Dalam diri kita terdapat sebuah dunia kecil yang memungkinkan merenungi dunia luar yang makro.
Rahim dengan fungsi reproduksinya merupakan sebuah perwujudan nyata dan bukti langsung akan rahmat Allah yang tiada putus-putusnya. Kata "rahim" juga berarti "hubungan, pertalian kekeluargaan." Sangatlah penting bagi setiap orang untuk menunjukkan kasih sayang dan kedermawanannya kepada keluarganya.
هُوَ الَّذِي أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُّحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلاَّ اللّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِّنْ عِندِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُولُوا الألْبَابِ
7.
Dialah yang menurunkan al-Kitab kepadamu yang di dalamnya terkandung ayat-ayat yang jelas, itulah pokok-pokok isi Alquran; sedangkan yang lain merupakan ayat-ayat mutaysabih (belum jelas maksudnya). Orang-orang yang hatinya condong mengikuti ayat-ayat mutasyabih, mencari fitnah, dan mencari-cari takwilnya (sesuai pendapat mereka); namun tak ada seorang pun yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepadanya, semuanya itu dari sisi Tuban kami." Tak ada yang dapat mengambil pelajaran melainkan orang-orang yang bijak-pandai.
Kata "induk" (umm) juga berarti "ibu," menunjukkan bahwa ayat-ayat ini merupakan sumber atau induk dari Alquran. Mekah disebut "ibu kota" (
umm al-qura
) karena merupakan pusat perdagangan. Kata lain dalam Alquran yang memiliki hubungan yang erat dengan kata ini adalah ummi atau "buta huruf" (jamaknya ummiyyin), maknanya orang-orang yang tidak mempunyai kitab suci, khususnya adalah orang-orang Mekah pada masa pra-Islam. Kata ini juga bermakna ketidakmampuan baca-tulis kebanyakan orang-orang Arab pada masa itu.
Ummiyyin juga berarti tidak terdidik secara formal, karena Nabi, sesuai tradisi, tidak pernah diajarkan baca-tulis bahkan ketika pewahyuan Alquran telah dimulai. Kendati demikian dikabarkan bahwa Nabi mampu berbicara beberapa dialek Arab dan mengerti beberapa bahasa asing, dan beliau sendiri mendorong upaya pengajaran baca-tulis. Banyak tawanan yang ditangkap oleh kaum muslim ditawari kesempatan untuk menebus dirinya dengan cara mengajarkan kaum muslim baca-tulis. Dikabarkan pula bahwa di setiap masjid dari sembilan masjid yang ada di Madinah ketika itu terdapat satu orang yang selalu siap mengajarkan orang-orang membaca dan menulis.
"Mereka yang hatinya tersesat” menyimpang dengan cara berpaling dari Yang Mahawujud. Melalui ilmu manusia mengetahui bahwa tak ada tempat berpaling dari jalan Allah, karena memang tidak ada jalan lain. Manusia berasal dari Allah, ia dipelihara oleh kemurahan Allah, dan akan kembali kepada Sang Sumber yang Mahakekal. Jika seluruh hatinya tidak menyatu dengan Yang Mahawujud, ia akan selalu berada dalam kebimbangan. Jika hati tidak menyatu dengan kesadaran tersebut maka sang hati akan menjadi bimbang.
Mereka yang hatinya mengembara menjadi lupa, bimbang, dan berselisih "dengan berusaba memberi penakwilan mereka sendiri." Mereka berbicara menuruti hawa nafsu mereka sendiri, "namun tak ada yang mengetahui penafsirannya kecuali Allah." Tak seorang pun mengetahui asal sesuatu kecuali Dia yang lebih dulu meletakkan akarnya dan "mereka yang mendalam ilmunya." Mereka yang mendalam imannya kepada Allah akan mengetahui lebih jauh makna perwujudan dari Yang Mahawujud. Seluruh kekuasaan, amal, dan sifat-sifat, berasal dari Tuhan dan Sang Pemelihara. Rahmat-Nya meliputi seluruh makhluk.
Ketika Ummu Salamah mendengar Nabi berdoa, "Wahai Tuhan yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku dalam agama-Mu," ia bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah hati bisa berpaling lagi?" "Ya," beliau menjawab, "Allah telah menciptakan manusia dari anak cucu Adam namun hatinya berada di antara dua jari-Nya. Jika Dia menghendaki, Dia akan menjadikannya lurus, dan jika Dia menghendaki, Dia akan menjadikannya menyimpang." Manusia tidak bisa sombong terhadap imannya. Ia tidak dapat mengklaim bahwa ia mengetahui (karena ilmu yang lebih tinggi itu tidak terbatas), atau mengklaim bahwa umunya telah lengkap.
Beberapa ayat di dalam Alquran memiliki kandungan makna yang bersifat jelas sedangkan sebagian lainnya berbentuk pemmpamaan, sehingga maknanya tampak kurang jelas. Para penafsir Alquran sering memperkirakan apakah ayat-ayat tersebut termasuk kategori mutasyabihat atau tidak. Ketika Alquran diteliti sebagai satu kesatuan maka tidak akan ada ketidakjelasan; memang ada metafora dan simbolisme, namun bukan berarti metafora dan simbolisme itu tidak dapat dipahami: "Inilah ayat-ayat Alquran, ayat-ayat dari kitab yang jelas” (Q.S. 27:1). Para tokoh Ahlul Bayt meriwayatkan bahwa "Pernahaman Alquran adalah melalui Alquran itu sendiri, karena sebagian Alquran menerangkan sebagian lainnya." Alquran bersifat lengkap dan mengandung kesatuan makna dalam dirinya.
Allah menjelaskan kepada kita bahwa ayat-ayat yang muhkamat merupakan induk Alquran. Ayat mutasyabihat dapat dipahami dari penjelasan ayat lainnya. Sebagaimana kami nyatakan di awal, kata "induk" juga bermakna "ibu" ataupun "sumber, asal, dasar, hakikat, acuan." Kata lain yang berhubungan erat dengan kata ini memiliki makna "seseorang yang senantiasa bersikap netral terhadap lingkungannya." Kata ini merujuk kepada orang-orang Arab secara khusus, dan karena mereka tidak bisa membaca dan menulis, maka kata ini mengalami perluasan makna menjadi "buta huruf." Ketika kata ini digunakan dalam Alquran (Q.S. 7: 157) untuk menggambarkan Nabi Muhammad, makna sederhananya adalah bahwa beliau tidak dididik dalam pendidikan formal, namun beliau belajar langsung dari kehidupan dan sumbernya, dan karenanya beliau memiliki kemampuan dasar alami untuk "membaca." Penjelasan Alquran tentang ummi juga menegaskan bahwa meskipun Nabi tidak terdidik secara formal, namun otoritas beliau didasarkan atas pengetahuan wahyu.
Salah satu makna takwil adalah "pendapat." Jika misalnya, pada suatu hari yang mendung seseorang berkomentar bahwa hari tersebut cerah, mungkin yang ia maksud dengan pernyataannya tersebut adalah bahwa hari itu akan menguntungkan baginya. Sebaliknya, sang pendengar mungkin menafsirkan apa yang ia katakan sebagai sindiran tajam, karena langit jelas-jelas mendung. Selanjutnya orang pertama mungkin mengatakan kepada sang pendengar bahwa ia telah salah menafsirkan kata-kata sang pembicara (awwalta kalami). Ini menunjukkan bahwa sang pendengar telah menafsirkan ucapan pembicara sesuai keinginannya. Karenanya, pendapat pribadi dalam menafsirkan Alquran harus diwaspadai. Beberapa ayat tidak boleh ditakwil sedangkan ayat-ayat lain mengandung sejumlah makna yang luas dan mendalam. Dalam menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat, banyak sekali perangkap yang dapat menjerumuskan penafsiran Alquran berdasarkan pendapat pribadi.
Contoh jelas dari ayat muhkamat adalah, "Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan aias orang-orang Sebelum kalian, agar kalian bertakwa” (Q.S. 2: 186). Tak ada keraguan dalam memahami ayat ini dan tak ada perbedaan pendapat tentang maknanya. Contoh ayat mutasyabihat adalah, "Kepada Tuhannyalah mereka melihat' (Q.S. 75: 23). Orang mungkin bertanya bagaimana hal ini mungkin, padahal Allah tidak bisa dilihat, sebagaimana firman-Nya kepada Musa: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku" (Q.S. 7: 143). Seorang alim membolehkan penafsiran ungkapan "melihat Allah" dengan pengetahuan tentang Allah. Ayat terakhir itu (Q.S. 7: 143) mendorong seseorang untuk merenungkan secara mendalam makna "melihat kepada" dalam Q.S. 75: 23, sehingga ia akan menemukan bahwa ungkapan ini juga berarti "mengarahkan perhatian seseorang kepada." Hadis-hadis Nabi juga bisa digunakan untuk memperkuat pernahaman terhadap Alquran. Berkaitan dengan kedua ayat ini sebuah hadis qudsi menyatakan, "Mata-mata Manusia tidak dapat melihat-Ku, namun mata hati hamba yang beriman dapat melihat-Ku."
Banyak ayat yang menggunakan istilah-istilah harfiah maupun kiasan ditafsirkan secara lahiriah dengan kurang hati-hati. Misalnya, kata "singgasana" ('arsy) dalam ayat, "Lalu Dia [Allah] bersemayam di atas arsy' (tsumma istawa 'ala al-arsy, Q.S. 10: 3). Secara lahiriyah, ayat ini menimbulkan kesan dalam pikiran seolah ada seorang raksasa yang bertindak seperti dalang untuk seluruh dunia ini, duduk di atas sebuah singgasana yang besar. Jika kita rnenyelidiki makna kata 'arsy, kita akan menemukan bahwa kata itu bermakna, "yang melandasi segala sesuatu yang tenang," dengan kata lain, kata ini bermakna sebuah fondasi. Contoh lain, disebutkan beberapa kali dalam Alquran, bahwa Allahlah pemilik segala kekayaan. Karena manusia menghargai perhiasannya yang kecil sekalipun, ia mungkin menafsirkan kekayaan Allah dengan sebuah tempat penyimpanan kekayaan yang sangat besar, penuh dengan kekayaan-Nya yang gemerlap. Padahal dalam kenyataannya, kekayaan Allah terdiri atas seluruh makhluk, meliputi apa yang dipahami oleh manusia maupun yang tidak dipahaminya.
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ
8. [Mereka berdoa]: "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau biarkan hati kami tergelincir setelah Engkau memberi petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkau adalah pemberi karunia yang dermawan."
Orang-orang yang telah merasakan manisnya iman akan berdoa kepada Tuhan sekaligus pemelihara mereka agar hati mereka diberikan petunjuk. Karena telah merasakan manisnya iman dan telah melihat cahaya petunjuk (huda), maka mereka memberikan petunjuk kepada diri mereka sendiri. Doa mereka merupakan cermin dari niat mereka untuk melindungi diri mereka dan menjaga agar hati mereka tetap suci. Mereka memohon kepada Tuhan agar tidak membiarkan mereka tersesat setelah mereka melihat rahmat petunjuk, karena mereka mengakui petunjuk ini sebagai sebuah anugerah dari Allah, yang jika hilang, tidak bisa digantikan oleh apa pun.
ربّنا إِنَّكَ جَامِعُ النَّاسِ لِيَوْمٍ لاَّ رَيْبَ فِيهِ إِنَّ اللّهَ لاَ يُخْلِفُ الْمِيعَادَ
9. "Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkaulah yang mengumpulkan manusia pada hari yang tidak ada keraguan padanya." Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji-Nya.
Orang-orang beriman tak memiliki keraguan sedikit pun terhadap ayat-ayat Allah, mereka pun tidak akan tunduk pada hawa nafsu mereka. Dengan mengingat Hari Pembalasan, mereka senantiasa sadar akan kesementaraan hidup ini. Ingat akan mati merupakan sarana menuju kebebasan dari kekangan nafsu dan dari upaya pembenaran terhadap adat kebiasaan. Memang wajar kita meneruskan adat kebiasaan masa lampau dan mencari alasan serta penjelasan yang tepat mengapa kita melakukannya. Jiwa kita memiliki kepandaian untuk membenarkan apa yang dunginkannya. Tanpa kembali pada Sang Sumber sebagai titik acuannya, orang akan selalu mencari pembenaran bagi segala tindakannya. Titik acuan tersebut hanya bisa dihidupkan jika kita tunduk kepada Allah dan selalu berada dalam keadaan sadar. Jika pada saat marah, syak, tamak, atau bimbang, seseorang mampu meredam segalanya dan beralih kepada ketenangan batin dan ketundukan total, maka ia akan mampu memperbaiki amalnya. Pengendalian emosi dalam diri akan memberikan hasil positif bagi arah kehidupan seseorang.
Ayat ini menegaskan pada kita bahwa mereka yang beriman dan mendalam pengetahuannya (rasikhun fi al-'ilm) senantiasa ingat bahwa mereka akan dikumpulkan pada Hari Pembalasan. Orang yang hidup dalam keadaan selalu ingat seperti ini akan hidup dalam kondisi yang meskipun terpisah dari Sang Pencipta namun selalu berhubungan dengan-Nya dan kapanpun siap menghadapi pengadilan-Nya. la tidak akan diperbudak oleh dunia dengan segala perhiasan dan pesonanya. Ia hidup sebagai seorang yang bebas karena ia hanyalah hamba Allah semata.
إِنَّ اَلَّذِينَ كَفَرُواْ لَن تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلاَأَوْلاَدُهُم مِّنَ اللّهِ شَيْئًا وَأُولَئِكَ هُمْ وَقُودُ النَّارِ
10. Sesungguhnya orang-orang kafir, harta benda dan anak-anak mereka, sedikit pun tidak dapat menolak (siksa) Allah. Dan mereka itu adalah bahan bakar api neraka.
Jalan hidup yang ditempuh orang-orang beriman berlawanan dengan jalan hidup orang-orang yang kafir terhadap Allah. Orang-orang kafir gagal dalam memahami makna kematian, dan kurang percaya atau bahkan tidak percaya sama sekali akan pembalasan setelah kematian. Siapa pun yang mengingkari bahwa seluruh makhluk berasal, dipelihara, dan bertanggungjawab kepada satu-satunya Sang Pencipta, tidak bisa meminta pertolongan kepada kekayaan ataupun keturunannya—ia adalah "bahan bakar api neraka" (waqud al-nar). Seluruh perjalanan hidup manusia di alam fisik ini tunduk pada perubahan yang tiada henti. Karenanya, sebagian orang mencari perlindungan dengan cara menumpuk kekayaan. Tentu saja, pengumpulan harta yang demikian ini boleh jadi menghasilkan perasaan aman atau senang, namun ketika seseorang berhasil mengumpulkan kekayaan materi, maka muncullah perasaan tidak aman dan persoalan-persoalan lainnya.
Pernahaman, ilmu, dan tingkah laku kita sangatlah bergantung pada kondisi hati kita. Semakin keras hati kita, semakin mekanis dan semakin tak terinspirasilah kehidupan kita.

Agenda Mingguan DKM Al-Muhajirin 2016

Jumat, 12 Februari 2016

Nabi Digertak Orang Berjenggot dan Jidat Hitam

Fenomena munculnya pria berjenggot lebat, celana cingkrang, dan tanda hitam bekas di dahi dengan kebiasaan menggertak kepada sesama ternyata sudah ada sejak zaman Nabi. Bahkan yang menjadi sasaran gertakan pria itu adalah Nabi Muhammad SAW itu sendiri.
Alkisah, seorang pria berjenggot lebat tiba-tiba menggertak Rasulullah SAW saat beliau membagi-bagikan emas kepada sejumlah kalangan. pria itu bersikap tidak terpuji kepada Rasulullah karena merasa tidak kebagian jatah dan mengganggap Rasulullah SAW tidak berbuat adil.
Pria berjenggot lebat ini bernama Hurqush bin Zuhair al-Tamimi yang lebih dikenal dengan sebutan Dzul Khuwaishirah al-Tamimi. Ia meminta agar Rasulullah SAW bersikap adil kepada seluruh sahabatnya dengan memberikan bagian secara merata, tidak pilih kasih.
Wahai Muhammad, berbuatlah adil !,” gertak Dzul Khuwaishirah.
Celakalah kamu, siapalah lagi yang akan berbuat adil jika aku saja dipandang tidak adil?” timpal Rasulullah SAW. Gertakan Dzul Khuwaishirah kepada Rasulullah SAW ini dipandang sangat tidak sopan dan lancang sekali sehingga membuat para sahabat lainnya marah, tak terkecuali sahabat Umar bin Khattab dan Khalid bin Walid.
Karena tidak terima Rasulullah diperlakukan seperti itu, kedua sahabat yang dikenal gagah pemberani itu ingin membunuhnya. “Wahai Rasulullah, biarkan kupenggal saja lehernya.” Rasulullah menjawab; “Biarkan saja!
Dzul Khuwaishirah meninggalkan Rasulullah, dan Rasulullah bersabda; “Akan lahir dari keturunan orang ini kaum yang membaca Al-Qur’an, tetapi tidak sampai melewati batas tenggorokannya (tidak memahami substansi misi-misi Al-Qur’an, dan hanya hafal di bibir saja). Mereka keluar dari agama Islam seperti anak panah tembus keluar dari (badan) binatang buruannya. Mereka memerangi orang Islam dan membiarkan para penyembah berhala. Kalau aku menemui mereka, niscaya akan kupenggal lehernya seperti kaum ‘Ad.” (HR. Muslim pada Kitab Az-Zakah, bab al-Qismah).
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah SAW bersabda; “Mereka sejelek-jeleknya makhluk, bahkan lebih jelek dari binatang. Mereka tidak termasuk dalam golonganku, dan aku tidak termasuk dalam golongan mereka.”(HR. Shahih Muslim).
Menurut Imam Nawawi, Dzul Khuwaisir berjidat hitam, kepalanya botak, bersorban, tinggi gamisnya setengah kaki, dan bejenggot panjang. Jidat yang hitam berasal dari bertemunya jidat dengan lantai kala sholat. Menurut para ulama, kedua hadits ini menjelaskan bahwa Dzul Khuwaishir akan memiliki keturunan yang meski pun rajin sholat, baik wajib maupun sunah, dan membaca Al Qur’an, namun cara berfikir dan perilakunya sama sekali tidak Islami. Mereka dengan mudah mengkafirkan orang lain yang tidak sefaham dengan mereka. Tragedi Khawarij
Prediksi yang disabdakan Rasulullah tersebut terbukti, pada tahun ke 40 H dengan dibunuhnya Ali bin Abi Thalib. Yang membunuhnya adalah Abdur-Rahmân bin Muljam al-Tamimi. Bukan orang Yahudi atau Kristen. Orang ini setiap hari puasa, setiap malam shalat malam, hafal Qur’an, namun, pemahamannya tentang agama kurang menguasai secara utuh.
Mereka mengkafirkan Sayyidina Ali, golongan anak yang pertama masuk Islam, menantu Rasulullah, termasuk 10 orang yang dijamin masuk surga (al-‘asyratul mubassyiriina biljannah), yang memenangkan perang Khaibar, karena menerima hukum hasil musyawarah pada peristiwa tahkim (berdamai) dengan Gubernur Syam Muawiyah. Karena tidak berhukum dengan Al-Qur’an, maka kafir dan halal dibunuh. Ini persis seperti yang diprediksikan oleh Nabi SAW.
Orang-orang yang ekstrem atau radikal di awal-awal Islam ini masuk golongan khawarij. Khawarij dianggap sebagai sekte radikal karena sekte ini mengkafirkan semua orang yang berdamai atas kasus pembunuhan Utsman bin Affan, seperti Ali bin Abi Thalib, Muawiyah, dan lain sebagainya. Selain itu, selama sekte ini tumbuh dan berkembang pada zaman pemerintahan Bani Umayyah, sekte ini menjadi oposisi pemerintah dengan militansi luar biasa dan nekat, sehingga meski hanya berkekuatan 80 orang, mereka berani melawan penguasa. Jika di antara mereka ada yang tewas, mereka menganggapnya syahid. Sekte ini kemudian terpecah menjadi beberapa sekte, di antaranya Al-Azariqah, al-Ibadiyah, an-Najdat, dan Ash-Shufriyah. Yang paling ekstrim adalah sekte Al-Azariqah karena kelompok ini menganggap orang di luar Khawarij adalah kafir.
Nah, sekarang yang model begini mulai banyak. Orang-orang, organisasi atau pesantren yang mengajarkan radikalisme atau ekstrem. Menganggap orang yang tidak sepaham sebagai ahli bid’ah, sesat, kafir dan ahli neraka. Mereka tidak mengenal toleransi.
Orang-orang yang berpikir ektrem atau radikal bermunculan. Berbagai tragedi kekerasan, bom bunuh diri terjadi di mana-mana termasuk di Indonesia. Sudah banyak yang ditangkap dan diesksekusi, namun tetap saja ada generasi penerusnya. Kini ada organisasi ISIS yang ingin mendirikan negara Islam. ISIS didirikan oleh Abu Bakar Al-Baghdadi. ISIS merupakan sempalan dari Al-Qaedah, pimpinan Usamah bin Laden. Mereka ingin mendirikan khilafah, negara Islam. Siapa saja yang tidak setuju dibunuh. Tentu saja ini bertentangan dengan ajaran Islam.

Rabu, 10 Februari 2016

Kehormatan Sang Muadzin

Adzan termasuk ibadah mulia yang paling besar manfaatnya bagi orang banyak. Bagaimana tidak? Muadzin berjasa mengingatkan orang lupa, membangunkan orang tidur, dan memberi tahu orang yang sedang beraktivitas dan santai kalau waktu shalat sudah tiba.
Saking besarnya manfaat adzan ini, Allah SWT memberi ganjaran berupa ampunan dosa bagi orang yang mengumandangkannya. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah SAW dalam hadis yang bersumber dari Abu Hurairah,
“Seorang muadzin akan diampuni sejauh suara adzan yang ia kumandangkan. Setiap (benda) yang basah dan kering akan memintakan ampun untuknya. Sedangkan orang yang menghadiri shalat jama’ah akan dituliskan dua puluh lima kebaikan baginya dan dosa antara dua shalat akan diampuni karenanya.” HR. Ibnu Majah. Tidak hanya itu, dalam hadis lain disebutkan bahwa muadzin memiliki posisi yang begitu istimewa di akhirat kelak. Posisi istimewa ini diperoleh melalui hasil usaha kerja kerasnya selama di dunia. Mu’awiyah bin Abi Sufyan pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,
“Muadzin adalah orang yang paling panjang lehernya di akhirat kelak,” HR. Ibnu Majah.
An-Nawawi dalam Syarah Muslim menjelaskan, para ulama baik salaf maupun khalaf berbeda pendapat mengenai maksud kata “athwalunnas a’naqan” dalam hadis di atas. Ada ulama yang menafsirkan maksud hadits tersebut adalah di akhirat kelak semua orang akan melihat banyaknya pahala yang diperoleh seorang muadzin. Ada pula yang memahami “panjang leher” itu berati muadzin diposisikan sebagai pemimpin di hari akhirat nanti, sebab orang Arab biasanya menggunakan kata “panjang leher” sebagai tamsil pemimpin. Sementara Ibnul ‘Arabi berpendapat, maknanya ialah orang yang paling banyak amalannya.
Perbedaan ulama ini tidak saling berlawanan dan masih bisa dicari titik-temunya. Pada intinya mereka sepakat bahwa adzan merupakan ibadah yang mulia sehingga ibadah ini akan mengantarkan orang yang mengumandangkannya pada posisi yang terbaik di akhirat kelak. Maka dari itu, jangan malu bila diminta untuk mengumandangkan adzan. Wallahu a’lam.

Selasa, 09 Februari 2016

Hukum Jual Beli Ginjal dan Organ Tubuh Lainnya

Jual Beli Rambut pun Haram
Jual-beli dan transaksi muamalah lainnya pada dasarnya dihalalkan. Tetapi para ulama membuat batasan dan syarat-syarat yang mesti dipenuhi agar transaksi jual-beli sah menurut syara’ (agama).
Perihal jual organ tubuh manusia ini, para ulama berbeda pendapat. Perbedaan pendapat di kalangan ulama perihal kasus ini didasarkan pada cara pandang mereka melihat sejauh mana tingkat maslahat dan mafsadat dari jual-beli organ tubuh manusia dan seberapa vital organ yang diperjualbelikan.
Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri secara jelas mengharamkan jual-beli organ tubuh manusia. Menurutnya, menjual organ tubuh dapat merusak fisik manusia. Berikut ini kutipannya. Artinya, “Hukum menjual organ tubuh manusia: tidak boleh menjual organ atau salah satu anggota tubuh manusia baik selagi hidup maupun setelah wafat. Bila tidak ada unsur terpaksa kecuali dengan harga tertentu, ia boleh menyerahkannya dalam keadaan darurat. Tetapi ia diharamkan menerima uangnya. Jika seseorang menghibahkan organ tubuhnya setelah ia wafat karena suatu kepentingan mendesak, dan ia menerima sebuah imbalan atas hibahnya itu saat ia hidup, ia boleh menerima imbalannya. Seseorang tidak boleh menjual atau menghibahkan organ tubuhnya selagi ia hidup kepada orang lain. Karena praktik itu dapat merusak tubuhnya dan dapat melalaikannya dari kewajiban-kewajiban agamanya. Seseorang tidak boleh mendayagunakan (menjual, menghibah, dan akad lainnya) milik orang lain tanpa seizin pemiliknya.” (Lihat Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri, Mausu ‘atul Fiqhil Islami, juz 5, 2009, Baitul Afkar Ad-Dauliyah).
Dalam membahas masalah ini, kita bisa menyimak uraian Syekh Wahbah Zuhaili perihal ketentuan barang yang sah dijual menurut syara’ (agama). Menurut Az-Zuhaili, produk yang sah dijual harus berupa harta, dapat dimiliki, dan bernilai. Berikut ini keterangan lengkapnya.
Artinya, “Syarat sah produk yang dijual adalah barang yang boleh sesuai syariat. Barang yang menjadi tempat akad disyaratkan bisa menerima jual-beli secara hukum syara’. Sesuai kesepakatan ulama, produk yang dijual itu harus berupa harta, bisa dimiliki, dan bernilai. Kalau syarat produk itu tidak terpenuhi, akad terhadap barang itu batal (tidak sah). Menjual, menghibahkan, menggadaikan, mewakafkan, atau mewasiatkan produk bukan harta seperti bangkai dan darah, batal (tidak sah). Karena barang bukan harta pada dasarnya tidak menerima status kepemilikan. Berbeda dengan Imam Hanafi dan Imam Malik, ulama madzhab Syafi’i dan madzhab Hanbali membolehkan akad-jual beli air susu perempuan untuk suatu kepentingan dan sebuah manfaat. Sementara ulama madzhab Hanbali membolehkan akad jual-beli organ tubuh manusia seperti bola mata atau potongan kulit bilamana dimanfaatkan untuk menambal tubuh orang lain sebagai kepentingan mendesak menghidupkan orang lain. Atas dasar ini, menjual darah untuk kepentingan operasi bedah seperti sekarang ini dibolehkan,” (Lihat Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, juz 10, Darul Fikr, Beirut).
Syekh Wahbah Az-Zuhaili lebih lanjut memberikan batasan kategori harta. Dengan kategori ini, kita memiliki batasan yang jelas terkait produk yang boleh dijual.
Artinya, “Produk yang dijual harus berupa harta dan bernilai. Menurut Madzhab Hanafi sebagaimana kita ketahui, harta adalah sesuatu yang disenangi secara alamiah dan bisa disimpan untuk suatu saat diperlukan. Dengan ungkapan lain, harta adalah sesuatu yang bisa dimiliki dan diambil manfaatnya oleh seseorang pada lazimnya. Menurut pendapat yang lebih ashah, harta adalah setiap benda yang bernilai dan berupa material dalam pandangan manusia. Benda bernilai adalah sesuatu yang boleh disimpan menurut syara’. Dengan kata lain, harta bisa dipahami sebagai sesuatu yang harus dipelihara dan bisa dimanfaatkan sewaktu-waktu secara bebas. Karenanya, transaksi jual-beli barang bukan harta seperti manusia merdeka, bangkai, dan darah, tidak boleh... demikian juga menjual semua benda-benda itu (yang bukan kategori harta) tidak boleh karena dapat membawa mafsadat,” (Lihat Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, juz 4, halaman 357-358, Darul Fikr, Beirut).
Meskipun membolehkan jual-beli organ tubuh, sebagian madzhab Syafi’i tetap tidak bisa menerima jual-beli ginjal. Pasalnya produk dijual hanya satu dari dua bagian ginjal. Sedangkan transaksi jual-beli separuh produk yang dapat mengurangi nilai barang itu sendiri, tidak sah. Tetapi sebagian madhzab Syafi’i mengharamkan secara mutlak jual-beli organ tubuh manusia bahkan rambut sekali pun. Demikian pendapat Rais Syuriyah PBNU periode 1994-1999 KH. M Syafi’i Hadzami yang mengutip Asnal Mathalib karya Syekh Abu Zakariya Al-Anshori.
Artinya, “Dan ada pun pada masalah kedua (menyambung rambut dengan rambut anak Adam itu haram), karena bahwasanya haram memanfaatkan rambut anak Adam dan segala suku-suku anak Adam karena mulianya,” (Lihat Syekh Abu Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib Syarhu Raudlatit Thalib, juz I, halaman 173). Dari pelbagai keterangan di atas, lebih disetujui pada pendapat ulama yang mengharamkan jual beli ginjal. Kalau pun pemerintah memperbolehkan donor ginjal, regulasi yang mengatur ini harus betul-betul ketat dan mengikat. Pasalnya ginjal merupakan organ yang sangat vital dalam tubuh manusia. Menurun dan berkurangnya fungsi ginjal karena dijual salah satu bagiannya menimbulkan pelbagai mudharat luar biasa secara medis.
Di samping itu, pengharaman terhadap jual-beli ginjal dapat mengantisipasi potensi kapitalisasi yang bisa saja melibatkan mafia-mafia di kalangan medis sendiri atau orang tua. Pada lain sisi, kita tidak mengharapkan perampasan ginjal orang-orang jalanan yang diculik atau diiming-imingi oleh pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan dari transaksi jual-beli ginjal. Sementara orang-orang jalanan tidak memiliki jaminan perlindungan hukum yang memadai di Indonesia. Dan ini sangat rawan sekali.

Rabu, 03 Februari 2016

Santri Jawa Hijrah ke Sunda

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ittifaq, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, KH Fuad Affandi menyerukan kepada para santri di Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk hijrah di Jawa Barat. Ada beberapa alasan penting yang menurutnya hal itu dilakukan.
"Saya punya beberapa alasan untuk kemaslahatan bersama. Pertama, populasi santri di Jawa Timur dan Jawa Tengah itu sudah banyak. Di Jawa Timur pesantren merata. Di Jawa Tengah lumayan kuat. Sementara di Jawa Barat ini masih tergolong minim untuk sebuah populasi muslim terbesar dengan jumlah pesantren yang sedikit. Lihat saja data dari Kementerian Agama itu. Dari tahun ke tahun sama saja grafiknya. Karena itu, Jawa Barat sebenarnya butuh alumni-alumni pesantren dari Jateng dan Jatim agar hijrah di Jabar," tutur kiai yang murid Mbah Maksum Lasem tersebut kepada Senin, (1/2).
Alasan lain yang mendorong pernyataan tersebut adalah bahwa di Jawa Timur dan Jawa Tengah banyak pesantren yang anak-anak kiainya berjubel. Terkadang pesantrennya tidak berkembang tetapi jumlah kiainya dari keturunan tersebut sudah sangat banyak, belum lagi ditambah menantu dan keturunannya yang muda-muda.
"Itu sudah sering over sehingga seharusnya hijrah. Tidak perlu semua gus-gus itu menetap di rumahnya hanya karena alasan mewarisi pesantren abahnya. Selagi sudah cukup ada beberapa pewaris yang mengelola, maka tidak ada salahnya hijrah dengan niat yang tulus untuk mengamalkan ngelmunya. Mungkin di Jawa Tengah atau Jawa Timur hanya jadi lapis kedua atau lapis ketiga, kalau pindah ke Jawa Barat bisa menjadi kiai nomor satu di masing-masing daerah," terangnya memotivasi.
Ilmu di wetan, Duit di Kulon
Menurut KH Fuad Affandi, ada sejumlah manfaat jika para anak-anak kiai di Jateng dan Jatim itu hijrah ke barat. Menurutnya, rezeki akan lebih banyak karena memang secara sosiologis ngelmu di wetan, duit di kulon. Kalau mencari ilmu agama rata-rata ke Jawa Timuran, maka mencari duit bisa di Jawa Barat.
"Orang Jawa, apalagi para santri, apalagi putra-putra kiai itu punya daya mental yang tangguh. Tapi tidak akan tangguh kalau menetap di kampung halamannya. Bisa kayak kodok. Kalau orang Jawa berani hijrah mengembangkan ilmunya, biasanya terhormat. Apalagi sekarang ini sudah modern. Jalinan silaturahmi melalui transportasi dan komunikasi mudah. Bapak dan emak tidak usah bersedih kalau ada anaknya pindah ke Jawa Barat. Gus-gus juga harus berani keluar kadang. Jangan jadi pecundang hanya berani menjadi kiai di kampungnya sendiri. Jangan hanya berani mewarisi, tetapi harus mau menciptakan warisan baru. Insya Allah Gusti Allah ijabahi," papar kiai yang juga pernah nyantri di Sarang Rembang dan Sunan Drajat Lamongan ini.
Pesan KH Fuad Affandi ini tentu saja merujuk pada calon-calon kiai yang belum menikah. Sebab kalau yang sudah menikah akan repot pindah. Karena itu bagi para kiai-kiai pemimpin pondok pesantren di Jawa Timur atau Jawa Tengah, sebaiknya juga merekomendasikan alumni-alumninya, terutama anak-anak kiai agar berkenan mencari jodoh di Jawa Barat dan berani membangun pesantren di Jawa Barat.
"Saya bisa bantu fasilitasi, sekadar mengarahkan. Cari jodoh di Jawa Barat, usaha di sini, kelola masjid mushola, rintis pelan-pelan pesantren di desa-desa. Banyak desa yang kosong dari keagamaan di Jawa Barat ini. Kosong dari keilmuan agama. Tapi semuanya kembali pada semangat perjuangan. Sulit itu biasa. Kalau santri takut kesulitan lebih baik jadi teroris saja hehe....." terangnya.
Dengan gagasan itu pula KH Fuad Affandi perlu mengatakan bahwa memeratakan dakwah ilmu pengetahuan kaum santri juga nantinya bisa mengikis paham-paham radikal di Jawa Barat.
"Kita pewaris Nahdlatul Ulama harus mampu menjawab tantangan. Sudahlah, para gus-gus, calon kiai, alumni pesantren, cobalah melakukan pembaharuan orientasi hidup ini. Kalau tidak di Jawa Barat ya bisa juga hijrah ke luar Jawa melalui programnya Mas Menteri Marwan Ja'far. Ayo kita ratakan kiai di seluruh negeri," jelasnya.

Tahajud Siang Malam

Suatu ketika salah satu pejabat negara yang konon rutin puasa Senin-Kamis menyampaikan kata sambutan dalam sebuah acara. “Saudara-saudara sekalian yang terhormat, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh!”
Para tamu udangan pun yang dihadiri sebagian para kiai kampung dan santri-santrinya menjawab dengan serentak, “Walaikumsalam warahmatullohi wabarokatuh!”
Ia lantas berpidato seakan-akan memojokkan para kiai. “Meskipun bapak-bapak kiai yang ada di sini tahajud siang-malam, belum tentu lebih mulia dari seorang yang mengerti teknologi?” Ucap sang pejabat dengan berapi-api.
Mendengar itu, para kiai desa itu tak nyaman. Tapi tak mungkin mereka langsung mendebatnya. Menit berikutnya para kiai satu demi satu meninggalkan ruangan.
Para santri beranggapan bahwa para kiai mungkin tersinggung karena Pak Pejabat melecehkan keberadaan mereka di mata para santrinya. Tapi, ternyata bukan.
Di luar ruangan, seorang kiai berkomentar tentang sambutan tersebut, “Mana ada tahajud siang-malam?

Sanad Keilmuan Kalangan NU

SANAD-SILSILAH NU (NAHDLATUL ULAMA) SAMPAI NABI ADAM AS.
1. Prof. DR. KH. Said Aqil Siradj.
2. KH. Hasyim Muzadi.
3. KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
4. KH.Wahid Hasyim.
5. Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari.
6. Syaikh Mahfudz at-Termasi.
7. Syaikh Nawawi al-Bantani.
8. Sayyid Ahmad Zaini Dahlan.
9. Imam Ahmad ad-Dasuqi.
10. Imam Ibrahim al-Baijuri.
11. Imam Abdullah as-Sanusi.
12. Imam ‘Abduddin al-‘Iji.
13. Imam Muhammad bin Umar Fakhrurrazi.
14. Imam Abdul Karim asy-Syahrastani.
15. Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad al-Ghozali.
16. Imam Abdul Malik al-Haramain al-Juwaini.
17. Imam Abubakar al-Baqillani.
18. Imam Abdullah al-Bahili.
19. Imam Abu al-Hasan Ali al-Asy’ari. (Pendiri Mazhab Teologi Asy'ariyah)
20. Abu Ali al-Juba’i.
21. Abu Hasyim al-Juba’i.
22. Abu al-Hudzail al-‘Allaf.
23. Ibrahim an-Nadzdzam.
24. Amr bin Ubaid.
25. Washil bin Atha’.
26. Sayyidina Muhammad bin Ali bin Abi Thalib.
27. Sayyidina Ali bin Abi Thalib Kw.
28. Sayyidina Rasulullah Muhammad Saw.
29. Malaikat Jibril As.
30. Allah Swt.
Nabi Muhammad Saw.
29. bin Syaikh Abdullah.
30. bin Abdul Muthalib (Syaibah).
31. bin Hasyim (Amr).
32. bin Abdu Manaf (al-Mughirah).
33. bin Qushay (Zaid).
34. bin Kilab.
35. bin Murrah.
36. bin Ka’ab.
37. bin Luaiy.
38. bin Ghalib.
39. bin Fihr (Quraisy).
40. bin Malik.
41. bin Nadhr (Qais).
42. bin Kinanah.
43. bin Khuzaimah.
44. bin Mudrikah (Amir).
45. bin Ilyas.
46. bin Mudhar.
47. bin Nizar.
48. bin Ma’ad.
49. bin ‘Adnan.
50. bin ‘Ad.
51. bin Udad.
52. bin Hamaisa’.
53. bin Salaman.
54. bin Banat.
55. bin Haml.
56. bin Qidrah.
57. bin Isma’il.
58. bin Ibrahim.
59. bin Târakh.
60. bin Nakhur.
61. bin Syarukh.
62. bin Arghu.
63. bin Falikh.
64. bin Abir.
65. bin Syalikh.
66. bin Arfakhsyad.
67. bin Sam.
68. bin Nuh.
69. bin Lamak.
70. bin Matusyalikh.
71. bin Akhnukh.
72. bin Idris.
73. bin Ilyarid.
74. bin Mihlayil.
75. bin Qinan.
76. bin Anusy.
77. bin Syits.
78. bin Adam As.
Hadlratusy Syaikh KH. Hasyim Asy'ari, pendiri jam'iyyah Ahlussunnnah wal Jama'ah terbesar di Indonesia, NU (Nahdhatul Ulama), merupakan ulama yang memiliki banyak jalur sanad keilmuan kepada ulama-ulama terdahulu, bahkan sampai kepada para sahabat dan Rasulullah Saw.
Terkait dengan pentignya sanad keilmuan, Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan "Tiada ilmu tanpa sanad". Organisasi NU merupakan organisasi ulama yang memiliki banyak jalur sanad karena memang menekankan pentinya sanad keilmuan. Berbeda halnya dengan beberapa organisasi lain. Inilah keberkahan Nahdlatul Ulama. Ibnul Mubarak berkata : "Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkannya (dengan akal pikirannya sendiri)." (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )
Ulama yang shalih, ketika berkata dengan kitab Imam Al-Bukhari itu karena mereka sudah memiliki sanad kepada Imam Al-Bukhari, demikian pula yang lainnya. Hadlatusy Syaikh KH. Hasyim Asy'ari juga memiliki sanad penyusun Ash-Shahihain (Shahih al-Bukhari dan Muslim) serta sanad kepada Al-Muwaththa' Imam Malik.

Hukum Mencium Tangan Kiai

Sunah untuk Tabarrukan
Mencium tangan para kiai yang dianggap sebagai orang alim, zuhud, dan wara` adalah hal yang lumrah. Mencium tangan bukan berarti mengkultuskannya, tetapi lebih karena menghormati kealiman, kezuhudan, dan kewara`annya.
Para sahabat Rasulullah saw pernah mencium tangan Beliau SAW. Contohnya adalah Ibnu Umar RA yang pernah mencium tangan Rasulullah SAW. Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA bahwa ia pernah ikut dalam salah satu pasukan infantri Rasulullah SAW kemudian ia menuturkan sebuah kisah dan berkata: “Kemudian kami mendekati Nabi SAW dan mengecup tangannya,” (Lihat Wizaratul Awqaf was Syu`unul Islamiyyah-Kuwait, al-Mawsu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Dar as-Salasil, cet ke-2, juz, XIII, h. 131).
Menurut Muhyiddin Syaraf An-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab bahwa mencium tangan orang yang saleh, zuhud, alim dan yang semisalnya dari orang-orang ahli akhirat adalah sunah. Tetapi sebaliknya jika menjadi sangat makruh apabila kita mencium tangan seseorang karena kekayaannya atau kedudukannya di hadapan orang-orang senang dunia.
Disunahkan mencium tangan laki-laki yang saleh, zuhud, alim, dan yang semisalnya dari ahli akhirat. Sementara mencium tangan seseorang karena kekayaannya, kekuasaan dan kedudukannya di hadapan ahli dunia dan semisalnya, hukumnya adalah makruh dan sangat dibenci, (Lihat Muhyiddin Syaraf An-Nawawi,al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Kairo, Darul Hadits, 1431 H/2010 M, juz, VI, h. 27).
Bahkan As-Sarakhsi dan sebagaian ulama muta’akhhirin membolehkan untuk mencium tangan orang alim dalam rangka tabarrukan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh az-Zaila’i dalam kitab Tabyinul Haqa`iq Syarhu Kanzid Daqa`iq.
Syaikh al-Imam Syamsul A`immah as-Sarakhsi dan sebagian ulama yang belakangan memberikan rukhshah dengan membolehkan mencium tangan orang yang alim atau wara` dengan tujuan untuk bertabarruk, (Lihat az-Zaila’i, Tabyinul Haqa`iq Syarhu Kanzid Daqa`iq, Kairo, Darul Kutub al-Islami, 1313 H, juz, VI, h. 25). Berangkat dari penjelasan singkat ini maka mencium tangan orang yang kita anggap alim, zuhud, atau wara’ adalah sunah, seperti mencium tangan para kiai. Bukan untuk mengkultuskan mereka, tetapi lebih karena kesalehan, kealiman, kezuhudan, atau kewara’annya. Bahkan boleh juga mencium tangan mereka dalam rangka bertabarruk atau mencari berkah. Sudah selayaknya menghormati para kiai yang alim, wara`, dan zuhud dan bertabarrukan kepada mereka.

e-KTP Berlaku Seumur Hidup

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan, semua kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP berlaku seumur hidup. Meski sebagian besar e-KTP yang beredar masih terdapat tanggal kedaluwarsa, hal tersebut tak berpengaruh. e-KTP tersebut tetap bisa digunakan meski waktu berlakunya sudah habis.
Jadi, bagi yang masa berlaku e-KTP-nya habis, tidak perlu mengurus perpanjangan masa berlakunya lagi karena e-KTP tersebut masih tetap bisa digunakan meski di dalam kolom berlaku terdapat tanggal kedaluwarsanya.
Oleh karena itu, masyarakat jangan mau memberi uang kepada calo ataupun oknum petugas untuk membuat atau memperpanjang e-KTP. Sebab, e-KTP yang sudah kedaluwarsa pun masih sah dan tetap berlaku.
Tjahjo sudah mengirimkan surat edaran kepada semua kementerian dan lembaga serta semua kepala daerah untuk mengingatkan lagi soal e-KTP yang berlaku seumur hidup ini. Ketentuan ini sudah diatur dalam UU 24/2013 yang tertuang dalam Pasal 64 ayat 7a yang mengamanatkan e-KTP masa berlakunya seumur hidup. Surat Edaran Nomor 470/296/SJ tanggal 29 Januari 2016 perihal KTP Elektronik (KTP-el) Berlaku Seumur Hidup, ditujukan kepada para Gubernur dan Bupati/Walikota seluruh Indonesia

Hukum Mengucapkan Selamat Tahun Baru

Tahun Baru China: Cap Go Meh
Mengucapkan selamat tahun baru kepada keluarga, sahabat, ataupun orang terdekat lainnya sudah membumi dalam masyarakat. Kalimat ini keluar secara spontan ketika menjelang tahun baru, baik hijriyah maupun masehi. Biasanya kalimat ini diiringi dengan doa dan harapan agar karir ataupun amal di tahun berikutnya lebih baik daripada tahun lalu.
Ucapan ini seakan-akan sudah menjadi rutinitas di saat tahun baru. Kurang afdhal rasanya menyambut tahun baru tanpa ucapan selamat. Karenanya, bisa dimengerti bila begitu semangatnya netizen memberi ucapan selamat melalui media sosial atau secara langsung.
Kebiasaan semacam ini bukanlah sesuatu yang baru (bid’ah). Perihal ini sudah ada sejak dulu kala. Orang dulu juga terbiasa menyapa koleganya dengan “Selamat Tahun Baru” menjelang tahun baru datang. Meskipun tak dipungkiri, sebagian orang menafikan kebolehannya dan mengategorikannya sebagai perbuatan terlarang.
Terkait permasalahan ini, Imam As-Suyuthi dalam al-Hawi lil Fatawa menuturkan sebagai berikut.
أن الحافظ أبا الحسن المقدسي سئل عن التهنئة في أوائل الشهور ، والسنين أهو بدعة أم لا ؟ فأجاب بأن الناس لم يزالوا مختلفين في ذلك ، قال : والذي أراه أنه مباح ليس بسنة ولا بدعة
Al-Hafidz Abu Hasan al-Maqdisi ditanya tentang hukum mengucapkan “Selamat bulan baru dan tahun baru”, apakah bid’ah atau tidak? Ia menjawab, “Banyak orang berbeda pendapat mengenai hal ini. Menurut pendapat saya, hukumnya adalah mubah, tidak termasuk sunah ataupun bid’ah.”
Memberi ucapan selamat tahun baru terbilang masalah khilafiyah. Hukumnya masih diperdebatkan oleh para ulama. Karenanya, dibutuhkan kearifan dalam menyikapinya. Menurut Abu Hasan al-Maqdisi, seperti yang dinukil as-Suyuthi, hukumnya ialah mubah. Ia tidak termasuk perbuatan yang disunahkan dan tidak pula bid’ah.
Siapapun diperbolehkan mengucapakan kalimat ini. Terlebih lagi, bila ucapan tersebut dapat menambah keakraban di antara masyarakat. Orang yang sudah sekian lama tidak bertegur sapa, bisa jadi dengan adanya momen tahun baru, ucapan selamat bisa menjadi media baginya untuk berkomunikasi kembali.
Imlek?
Sin Cia atau Imlek tak ubahnya seperti tahun baru masehi atau tahun baru Hijriah bagi umat islam. Imlek adalah Tahun Baru Cina. Pada umumnya, yang banyak merayakan Imlek adalah warga Tiongha.
Kata Imlek (Im=bulan, Lek=penanggalan) berasal dari dialek Hokkian atau Bahasa Mandarin-nya Yin Li yang berarti kalender bulan (Lunar Newyear). Menurut sejarahnya, konon Sin Cia merupakan sebuah perayaan yang dilakukan oleh para petani di China yang biasanya jatuh pada tanggal satu di bulan pertama di awal tahun baru. Perayaan ini juga berkaitan erat dengan pesta menyambut musim semi.
Imlek adalah tradisi pergantian tahun. Sehingga yang merayakan Imlek ini seluruh etnis Tionghoa apapun agamanya, bahkan menurut Sidharta, Ketua Walubi, masyarakat Tionghoa Muslim juga merayakan Imlek. Asal-usul Imlek berasal dari Tiongkok. Hari Raya Imlek merupakan istilah umum, kalau dalam bahasa Cina disebut dengan Chung Ciea yang berarti Hari Raya Musim Semi. Hari Raya ini jatuh pada bulan Februari dan bila di negeri Tiongkok, Korea dan Jepang ditandai dengan sudah mulainya musim semi.

Selasa, 02 Februari 2016

Pahala Sedekah Pohon

Ketika kebutuhan hidup manusia terpenuhi oleh alam, manusia tidak perlu susah-susah membuat dan mengolah makanan. Manusia cukup mengambil dari alam karena alam banyak menyediakan kebutuhan manusia, terutama makanan. Makanan itu antara lain buah-buahan dan binatang buruan.
Kehidupan awal manusia sangat tergantung dari alam. Ketika alam sudah tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup manusia, yang disebabkan populasi manusia bertambah dan sumber daya alam berkurang, maka manusia mulai memikirkan bagaimana dapat menghasilkan makanan.
Oleh karena itu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ غَرَسَ غَرْساً، لَمْ يَأْكُلْ مِنْهُ آدَمِيٌّ، وَلاَ خَلْقٌ مِنْ خَلْقِ اللهِ، إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ
Artinya: “Siapa yang menanam tumbuh-tumbuhan, kemudian dimakan anak Adam (manusia) atau makhluk Allah lainnya, niscaya baginya (pahala) sedekah “ (HR. Muslim)
Sabda tersebut menggerakkan para sahabat Nabi untuk melakukan penghijauan. Diceritakan, Abu Darda radliyallahu ‘anhu pernah menanam pohon zaitun ketika usianya sudah senja. Padahal, untuk menghasilkan buah pohon tersebut membutuhkan waktu cukup lama.
Abu Darda pun ditegur seseorang perihal kegiatannya ini. “Kenapa Engkau menanam pohon zaitun, padahal pohon tersebut lama berbuah sementara usiamu sudah tua, wahai Abu Darda?”
“Tidak menjadi persoalan pohon yang saya tanam berbuah ketika saya sudah meninggal, tapi nanti yang menikmati anak cucu saya,” jelas Abu Darda.
Abu Darda pun melanjutkan penjelasannya, “Anak cucu saya akan mendoakan, dan doanya sampai ke kuburan saya.” (Ahmad Rosyidi)