Home

Rabu, 23 Oktober 2013

Problema Umat: Menggabungkan Aqiqah dan Qurban

Pembahasan di Rumah Bapak Adriadi D3/ Ahad, 13 Oktober 2013
Pertanyaan
Saat anak kami lahir belum aqiqoh karena belum ada dana, lalu apakah nantinya dapat kami gabungkan antara aqiqah dan qurban ke panitia kurban (Idul Adha) di masjid?,
Jawaban:
Allah Ta’ala mensyariatkan berqurban dalam firmanNya, artinya, “Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah.” (al-Kautsar: 2), dan FirmanNya, Artinya, “Dan kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syi’ar Allah.” (al-Hajj: 36).
Hukum qurban adalah sunnah muakkadah bagi yang mampu, sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berqurban dengan menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelihnya dengan menyebut nama Allah Ta’ala dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di sisi tubuh domba itu. (Hadits Muttafaq ‘alaih)
Adapun orang yang menghukumi wajib dengan dasar hadits, “Siapa yang memiliki kemampuan namun tidak berqurban, maka jangan sekali-kali mendekati masjidku.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Bagaimana Penggabungan Aqiqah dan Qurban?
Ibnul Qayyim rahimahullah telah membahas masalah ini dalam kitabnya (Tuhfatul Maudud Bi Ahkamil Maulud dalam pembahasan ‘hukum menggabungkan aqiqah dengan qurban’), maka beliau meriwayatkan beberapa pendapat Imam Ahmad bin Hambal, dan salah satu riwayat dari beliau yang disebutkan adalah : Berkata Abu Abdillah Al Imam Ahmad bin Hanbal -Rahimahullah : “Aku berharap qurban mencukupi dari aqiqah -insya Allah, bagi siapa yang belum aqiqah ”
Dan Ibnul Qoyyim -Rahimahullah berkata : “Jika seseorang berqurban dan berniat sebagai aqiqoh dan qurban maka hal itu terjadi untuk keduanya sebagaimana seorang yang shalat dua rakaat dengan niat tahiyatul masjid dan sunnah maktubah (rawatib) ”.
Pendapat Boleh dan Tidaknya
Ada dua pendapat ulama tentang masalah tersebut.
Pendapat pertama mengatakan: Qurban juga mencukupi Aqiqah. Pendapat ini diriwayatkan dari Imam Ahmad dan Abu Hanifah dan beberapa ulama seperti Hasan Basri, Ibnu Sirin, Qatadah dan lain-lain [Lihat: Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah, 5/116, Maktabah Ar Rusyd, cetakan pertama, tahun 1409 H,
Ini masalah manggabung dua niat dalam satu ibadah yang sejenis maka sah, seperti seseorang yang masuk ke masjid lalu dia niat sholat tahiyatul masjid dan sunnah rawatib maka sah dan mendapatkan pahala keduanya, begitu juga seorang yang melakukan haji tamattu’ ketika menyembelih dam dia meniatkan qurban, maka dia mendapatkan keduanya. Banyak sekali contohnya, termasuk juga sholat ied pada hari Jum’at, maka diperbolehkan tidak sholat Jum’at.
Pendapat kedua mengatakan tidak sah. Ini pendapat Imam Malik dan juga Imam Syafi'i. Pendapat kedua ini juga salah satu riwayat dari Imam Ahmad.
Alasannya karena keduanya mempunyai tujuan yang berbeda dan sebab yang berbeda, itu mirip dam tamattu’ dan fidyah, maka tidak bisa saling mencukupi dan harus dilaksanakan sendiri-sendiri. Qurban adalah tebusan untuk diri sendiri sedangkan Aqiqah adalah tebusan untuk anak yang lahir, dengan menggabungkannya, akan mengaburkan tujuannya [Lihat: Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/1526, Multaqo Ahlul Hadits dan juga Lihat: Al Fatawa Al Fiqhiyah Al Kubro, 9/420, Mawqi’ Al Islam].
Ini berbeda dengan menggabung dua sholat sunnah, karena tahiyatul masjid bukanlah sholat yang menjadi tujuan utama, itu hanya pelengkap masuk masjid sehingga bisa terlaksana bersama dengan sholat lainnya.
Jalan Keluar dari Masalah
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin pernah ditanya mengenai hukum menggabungkan niat udh-hiyah (qurban) dan ‘aqiqah, jika Idul Adha bertepatan dengan hari ketujuh kelahiran anak?
Syaikh rahimahullah menjawab, “Sebagian ulama berpendapat, jika hari Idul Adha bertepatan dengan hari ketujuh kelahiran anak, kemudian dilaksanakan udh-hiyah (qurban), maka tidak perlu lagi melaksanakan aqiqah (artinya qurban sudah jadi satu dengan aqiqah, pen). Sebagaimana pula jika seseorang masuk masjid dan langsung melaksanakan shalat fardhu, maka tidak perlu lagi ia melaksanakan shalat tahiyatul masjid. Alasannya, karena dua ibadah tersebut adalah ibadah sejenis dan keduanya bertemu dalam waktu yang sama. Maka satu ibadah sudah mencakup ibadah lainnya.
Akan tetapi, saya sendiri berpandangan bahwa jika Allah memberi kecukupan rizki, (ketika Idul Adha bertepatan dengan hari aqiqah), maka hendaklah ia berqurban dengan satu kambing, ditambah beraqiqah dengan satu kambing (jika anaknya perempuan) atau beraqiqah dengan dua kambing (jika anaknya laki-laki)sebagaimana di dalam Majmu’ Fatawa wa Rosail Al ‘Utsaimin, 25/287-288, Darul Wathon-Dar Ats Tsaroya, cetakan terakhir, tahun 1413 H.
Kesimpulan
Dari dua pendapat di atas, sebagaimana pendapat Imam Syafi'i maka lebih condong pada pendapat pertama yang menyatakan bahwa penggabungan niat antara aqiqah dan qurban tidak diperbolehkan, karena walaupun ibadahnya itu sejenis namun maksud aqiqah dan qurban adalah dzatnya sehingga tidak bisa digabungkan dengan yang lainnya. Pendapat pertama juga lebih hati-hati dan lebih selamat dari perselisihan yang ada.
Jika memang aqiqah bertepatan dengan qurban pada Idul Adha, maka sebaiknya dipisah antara aqiqah dan qurban.
Jika mampu ketika itu, laksanakanlah kedua-duanya. Artinya laksanakan qurban dengan satu kambing atau ikut urunan sapi, sekaligus laksanakan aqiqah dengan dua kambing (bagi anak laki-laki) atau satu kambing (bagi anak perempuan).
Jika tidak mampu melaksanakan aqiqah dan qurban sekaligus, maka yang lebih didahulukan adalah ibadah udh-hiyah (qurban) karena waktunya bertepatan dengan hari qurban dan waktunya cukup sempit. Jika ada kelapangan rizki lagi, barulah ditunaikan aqiqah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya