Home

Senin, 27 Juni 2016

Kalam

Pengajian Ba'da Subuh 15 Ramadhan 1437 H
وَيَجِبُ فِى حَقِهِ تَعَالى الْكَلاَمُ وَهُوَ صِفَةٌ قَدِيْمَةٌ قَائِمَةٌ بِذَاتِهِ تَعَالى وَلَيْسَتْ بِحَرْفٍ وَلاَ صَوْتٍ وَضِدُّهَـا الْبُكْمُ وَهُوَ الْخَرْسُ وَالدَّلِيْلُ عَلى ذلِكَ قَوْلُهُ وَكَلَّمَ اللهُ مَوسى تَكْلِيْمًـا
Dan wajib bagi Allah bersifat kalam yang berarti bicara, yaitu sifat terdahulu yang menguatkan Dzat Allah tanpa huruf dan tidak adanya suara. Lawannya adalah Allah itu bisu, yang berarti diam. Dan dalil atas sifat tersebut adalah firman Allah وَكَلَّمَ اللهُ مَوسى تَكْلِيْمًـا “Dan Allah berbicara dengan Musa dengan sebenar-benarnya pembicaraan”
Penjelasan:
Dalam pemahaman Kalam Allah, ulama Ahlussunnah membedakan atas 2 (dua) kategori kalam, yaitu:
Pertama, Kalam Dalil yang berupa lafazh-lafazh yang diturunkan (al-Lafzh al-Munazzal), yang ditulis dengan tinta di antara lebaran-lembaran kertas (al-Maktub Bainal Mushaf), yang dibaca dengan lisan, dihafalkan di dalam hati, berupa bahasa Arab, tersusun dari huruf-huruf, serta berupa suara saat dibaca. Pada posisi inilah maka Kitab Al-Qur’an yang sudah tercetak yang biasa dipegang orang disebut sebagai makhluk. Al-Qur’an dalam bentuk ini sebagai kalam Allah yang diungkapkan (‘Ibarah), sebagaimana kalau menulis lafaz Allah maka bukan berarti tulisan Allah itu yang disembah.
Kedua, Kalam Madlul yang menjelaskan bahwa kalam Allah kedua (al-Kalam adz-Dzati) tidak menyerupai kalam makhluk-Nya. Artinya, tidak berupa huruf maupun suara tertentu, dan bukan dengan bahasa tertentu. Pada posisi inilah Al-Qur’an jelas bukan makhluk. Oleh karena itulah maka ulama Ahlussunnah wal Jamaah tidak memperbolehkan secara mutlak "Al-Qur'an Makhluk", sebab pengertian Qur'an ada dua, yaitu pengertian al-Lafzh al-Munazzal dan dalam pengertian al-Kalam adz-Dzati. Memahami dua pengertian tersebut, maka kalam Allah harus dibedakan antara al-Lafzh al-Munazzal dan al-Kalam adz-Dzati. Sebab, jika tidak dibedakan antara dua kategori tersebut maka sama halnya setiap yang mendengar bacaan Al-Qur’an disamakan dengan Nabi Musa yang mendengar Kalam Allah secara langsung sehingga disebut “Kalimullah”. Jika setiap manusia sama dengan Nabi Musa, maka tentu mustahil karena menjadikan kemuliaan dan keistimewaan Nabi Musa hilang.
Di antara dalil yang menguatkan bahwa al-Kalam adz-Dzati bukan berupa huruf-huruf, bukan suara, dan bukan bahasa adalah firman Allah: "... dan Dia Allah yang menghisab paling cepat". (QS. al-An'am: 62). Pada hari kiamat kelak, Allah akan menghisab seluruh hamba-Nya dari bangsa manusia dan jin. Allah akan memperdengarkan Kalam-Nya kepada setiap orang dari mereka. Dan mereka akan memahami dari kalam Allah tersebut pertanyaan-pertanyaan tentang segala apa yang telah mereka kerjakan, segala apa yang mereka katakan, dan segala apa yang mereka yakini ketika mereka hidup di dunia. Rasulullah bersabda: "Setiap orang akan Allah perdengarkan Kalam-Nya kepadanya (menghisabnya) pada hari kiamat, tidak ada penterjemah antara dia dengan Allah". (HR. Al-Bukhari)
Makna Firman Allah: "Kun Fayakun" (QS. Yasin: 82)
Dalam al-Qur'an Allah berfirman: "Inama Amruhu Idza Arada Sya'ian An Yaqula Lahu Kun Fayakun" (QS. Yasin: 82). Makna ayat ini bukan berarti bahwa setiap Allah berkehendak menciptakan sesuatu, maka dia berkata: "Kun", dengan huruf "Kaf" dan "Nun" yang artinya "Jadilah...!". Karena seandainya setiap berkehendak menciptakan sesuatu Allah harus berkata "Kun", maka dalam setiap saat perbuatan-Nya tidak ada yang lain kecuali hanya berkata-kata: "kun, kun, kun...". Hal ini tentu mustahil atas Allah. Karena sesungguhnya dalam waktu yang sesaat saja bagi kita, Allah maha Kuasa untuk menciptakan segala sesuatu yang tidak terhitung jumlanya.
Deburan ombak di lautan, rontoknya dedaunan, tetesan air hujan, tumbuhnya tunas-tunas, kelahiran bayi manusia, kelahiran anak hewan dari induknya, letusan gunung, sakitnya manusia dan kematiannya, serta berbagai peristiwa lainnya, semua itu adalah hal-hal yang telah dikehendaki Allah dan merupakan ciptaan-Nya. Semua perkara tersebut bagi kita terjadi dalam hitungan yang sangat singkat, bisa terjadi secara beruntun bahkan bersamaan. Kalau setiap menciptakan Allah menyatakan “Kun, Kun, dan Kun” tentu akan mengalami kecapekan karena banyaknya ciptakan yang dilakukan. Dan itu tentu kemustahilan.
Adapun sifat perbuatan Allah sendiri (Shifat al-Fi'il) tidak terikat oleh waktu. Perbuatan Allah tidak terikat oleh waktu, dan tidak dengan mempergunakan alat-alat. Benar, segala kejadian yang terjadi pada alam ini semuanya baru, semuanya diciptakan oleh Allah, namun sifat perbuatan Allah atau sifat menciptakan Allah tidak boleh dikatakan baru.
Kemudian dari pada itu, kata "Kun" adalah bahasa Arab yang merupakan ciptaan Allah (al-Makhluk). Sedangkan Allah adalah Pencipta (Khaliq) bagi segala bahasa. Maka bagaimana mungkin Allah sebagai al-Khaliq membutuhkan kepada ciptaan-Nya sendiri (al-Makhluq)?! Seandainya Kalam Allah merupakan bahasa, tersusun dari huruf-huruf, dan merupakan suara, maka berarti sebelum Allah menciptakan bahasa, maka Allah diam, dan tidak memiliki kalam.
Dengan demikian makna yang benar dari ayat dalam QS. Yasin: 82 di atas adalah sebagai ungkapan bahwa Allah maha Kuasa untuk menciptakan segala sesuatu tanpa lelah, tanpa kesulitan, dan tanpa ada siapapun yang dapat menghalangi-Nya. Dengan kata lain, bahwa bagi Allah sangat mudah untuk menciptakan segala sesuatu yang Ia kehendaki, sesuatu tersebut dengan cepat akan terjadi, tanpa ada penundaan sedikitpun dari waktu yang dikehendakiNya.
TMR Kalisuren, 20 Juni 2016, Pukul 05:10 – 05:50 WIB
Kitab Tijan Durori, Fasal Sifat Kalam Allah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya