Home

Rabu, 08 Juni 2016

Qidam dan Baqa' Allah

Sifat Wajib Allah, Qidam dan Baqa'
وَيَجِبُ الْقِدَمُ وَمَعْـنَاهُ أَنَّـهُ لاَ أَوَّلَ لَهُ تَعَالى وَضِدُّهُ الْحُدُوْثُ وَالدَّلِيْلُ عَلى ذلِكَ أَنَّهُ لَوْ كَانَ حَادِثًا لاَحْتَاجَ اِلَى مُحْدِثٍ وَهُوَ مُحَالٌ وَيَجِبُ فِى حَقِهِ تَعَالى أَلْبَقَاءُ وَمَعْـنَاهُ أَنَّـهُ تَعَالى لاَ آخِرَ لَهُ وَالدَّلِيْلُ عَلى ذلِكَ أَنَّهُ لَوْ كَانَ فَانِيًا لَكَانَ حَادِثًا وَهُوَ مُحَالٌ
Dan wajib sifat Qidam (terdahulu) dalam haq Allah. Artinya tiada permulaan bagi Allah. Lawannya berupa sifat Hudust (baru). Dan dalil atas sifat Qidam yaitu jika Allah merupakan sesuatu yang baru, maka tentu Allah membutuhkan terhadap pembaharu. Dan itu mustahil.
Dan wajib sifat Baqa' (kekal) dalam haq Allah. Artinya Allah tiada akhirnya. Dan dalil atas sifat Baqa' Allah yaitu jika Allah merupakan sesuatu yang Fana (rusak), maka tentu Allah merupakan sesuatu yang baru. Dan itu mustahil.
Secara harfiyah, Qidam memiliki 3 pengertian:
1. Qidam idhofi, adanya sesuatu setelah adanya sesuatu. Seperti ayah adalah qadim dari anak
2. Qidam zamani, sesuatu sdh lama ada dari yang sebelumnya tidak ada. Seperti alam semesta yang awalnya tidak ada
3. Qidam Dzati, yaitu sesuatu yang tidak diawali dengan tidak ada, dan tidak terikat zaman. Qidam-nya Allah SWT.
Dengan demikian bahwa Allah itu Qidam (tiada permulaan wujud-Nya).
HIKMAH dan ATSAR:
Seorang Atheist (kafir) datang kepada Imam Abu Hanifah lalu bertanya: “Tahun berapa Allah itu berada?
Abu Hanifah menjawab: “Allah berada sebelum adanya tahun, tidak berawal dalam wujud-Nya.”
Orang kafir itu bertanya lagi: “Berikan kepada kami contoh”
Beliau menjawab: “Angka berapa sebelum empat?
Ia berkata: “Tiga”
Abu Hanifah bertanya lagi: “Angka berapa sebelum tiga?”
Ia menjawab: “Dua”
Abu Hanifah bertanya lagi: “Angka berapa sebelum dua?”
Ia memjawab: “Satu”
Abu Hanifah betanya lagi: “Angka berapa sebelum satu?”
Ia berkata: “Tidak ada sesuatu sebelum angka satu”
Lalu Abu Hanifah berkata: “Kalau tidak ada sesuatu sebelum satu. Maka Allah itu esa tidak ada yg mengawali dalam wujudnya.”
Lalu orang kafir itu bertanya lagi pertanyaan kedua: “Kemana Allah itu berpaling?”
Abu Hanifah menjawab: “Kalau anda menyalakan pelita di tempat yang gelap, kemana cahaya pelita itu berpaling?
Ia menjawab: “Ke setiap penjuru”
Abu Hanifah berkata: “Kalau cahaya pelita berpaling ke setiap penjuru, bagaimana halnya dengan cahaya Allah, pencipta langit dan bumi.”
Lalu orang kafir itu bertanya lagi dengan pertanyaan ketiga: “Terangkan kepada kami tentang dzat Allah. Apakah Ia jamad seperti batu, atau cair seperti air, atau Ia berupa gas?”
Abu Hanifah menjawab: “Apakah anda pernah duduk di muka orang yang sedang sakarat?”
Ia menjawab: “Pernah”
Abu Hanifah bertanya: “Apakah ia bisa bercakap setelah mati?”
Ia menjawab: “Tidak bisa”
Lalu beliau bertanya lagi: “Apakah ia bisa berbicara sebelum mati?”
Ia menjawab: “Bisa”
Lalu Abu Hanifah bertanya lagi: “Apa yang bisa merubahnya sehingga ia mati?”
Ia menjawab: “Keluarnya ruh dari jasadnya”
Abu Hanifah mejelaskan: “Oh kalau begitu keluarnya ruh dari jasadnya membuatnya ia tidak bisa berbicara?
Ia menjawab: “Betul”
Abu Hanifah bertanya: “Sekarang, terangkan kepada saya bagaimana sifatya ruh, apakah ia jamad seperti batu, atau cair seperti air, atau ia seperti gas?
Ia menjawab: “Kami tidak tahu sama sekali”
Abu Hanifah menjawab: “Jika ruh sebagai makhluk Allah, kamu tidak bisa mensifatkanya, bagaimana kamu ingin aku mensifatkan kepada kamu dzatnya Allah.
TMR Kalisuren, 8 Juni 2016 - 3 Ramadhan 1437 H
Kitab Tijan Darori, fasal sifat Qidam dan Baqa' Penjelasan tambahan dari Atsar Abu Hanifah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya