Home

Kamis, 08 Mei 2014

Sudah Baligh Belum Aqiqah

Lain aqiqah, lain aqiqahan. Aqiqahan ialah mengundang tetangga untuk membacakan ayat Al-Quran, zikir, atau maulid Barzanji yang kemudian memotong sedikit rambut bayi oleh sejumlah undangan secara bergantian saatmahallul qiyam. Yang punya hajat lalu meminta kiai setempat mendoakan si anak kelak menjadi orang punya manfaat dan kegunaan bagi masyarakat.
Sedangkan aqiqah secara harfiah sebutan bagi rambut di kepala bayi. Bayi orang atau binatang, sama saja. Kata ahli fiqih, aqiqah ialah hewan sembelihan yang dimasak gulai kemudian disedekahkan kepada orang fakir dan miskin. Dimasak gulai dengan harapan akhlak si orok kelak manis dan enak dipandang mata seperti masakan gulai.
Hukum aqiqah sunah muakkad. Tetapi menjadi wajib kalau dinazarkan sebelumnya. Untuk bayi laki-laki, sempurna minimal dua ekor kambing. Sedangkan bayi perempuan, dipotongkan seekor kambing. Tetapi pada prinsipnya, seekor kambing cukup untuk mengaqiqahkan bayi laki-laki maupun perempuan. Sementara sempurnanya, seorang wali tidak dibatasi menyembelih berapa ekor kambing, unta, sapi atau kerbau. Artinya, silakan menyembelih berapa pun. Demikian kata Syekh Syarqowi dalam kitab Hasyiyatus Syarqowi ala Tuhfatit Thullab bi Syarhit Tahrir.
Sejumlah ulama mengatakan, aqiqah berfaedah memberikan mandat kepada si anak untuk memberikan syafa’at kelak kepada orang tuanya. Di lain pendapat, aqiqah bertujuan agar fisik dan akhlak si tumbuh dengan baik. Yang pasti, sedekah aqiqahan terlaksana.
Masa penyembelihan itu disunahkan pada hari ketujuh setelah kelahiran bayi. Hari pertama keluarnya si bayi tidak masuk hitungan. Kalau belum sempat di hari ketujuh karena beberapa uzur, boleh dilakukan pada hari keempat belas, dua puluh satu, dan kelipatan tujuh berikutnya.
Saat menyembelih yang disunahkan saat fajar menyingsing, dianjurkan membaca doa berikut,
باسم الله والله أكبر اللهم هذه منك وإليك اللهم هذه عقيقة فلان
Dana pembelian hewan aqiqah ditanggung oleh si wali dalam hal ini bapaknya. Yang jelas, pembelian hewan itu tidak menggunakan harta orang lain termasuk istrinya atau anaknya. Karena, aqiqah ini merupakan sedekah. Sedekah harus pakai uang sendiri, bukan orang lain. Juga jangan memaksakan diri hingga menghutang ke sana-ke sini.
Adapun aqiqah anak zina ditanggung oleh ibu dengan cara sembunyi agar tidak membuka aibnya. Ketentuan aqiqah bagi anak-anak yang sudah balig atau bahkan dewasa, diterangkan Syekh Nawawi Banten dalam kitab Tausyih ala Fathil Qaribil Mujib berikut,
ولومات المولود قبل السابع فلا تفوت بموته ولا تفوت العقيقة بالتأخير بعده أى بعد يوم السابع فإن تأخرت أى الذبيحة للبلوغ سقط حكمها فى حق العاق عن المولود أى فلا يخاطب بها بعده لانقطاع تعلقه بالمولود حينئذ لاستقلاله أما هو أى المولود بعد بلوغه فمخير فى العق عن نفسه والترك فإما أن يعق عن نفسه أو يترك العقيقة, لكن الأحسن أن يعق عن نفسه تداركا لما فات
“Andai si bayi wafat sebelum hari ketujuh, maka kesunahan aqiqah tidak gugur. Kesunahan aqiqah juga tidak luput karena tertunda hingga hari ketujuh berlalu. Kalau penyembelihan aqiqah ditunda hingga si anak balig, maka hukum kesunahannya gugur bagi si orang tua. Artinya mereka tidak lagi disunahkan mengaqiqahkan anaknya yang sudah balig karena tanggung jawab aqiqah orang tua sudah terputus karena kemandirian si anak. Sementara agama memberikan pilihan kepada seseorang yang sudah balig untuk mengaqiqahkan dirinya sendiri atau tidak. Tetapi baiknya, ia mengaqiqahkan dirinya sendiri untuk menyusul sunah aqiqah yang luput di waktu kecilnya.”
Anak yang sudah balig dihukumkan mandiri. Singkat kata, mereka menanggung sendiri kebutuhan hidupnya, dosa dan pahala yang dilakukan, termasuk untung maupun rugi kalau berusaha. Wallahu A’lam.

HTI Haram Hukumnya

Rois 'Am Majelis Muzakaroh Muhtadi Cidahu Banten (M3CB) Abuya Muhtadi Dimyathi menyatakan, keinginan dan upaya kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) untuk menghilangkan Pancasila sebagai dasar negara merupakan salah satu bentuk pemberontakan.
Pernyataan disampaikan secara tertulis dalam satu surat pernyataan tertanggal 21 Agustus 2013. Abuya Muhtadi menyatakan, HTI adalah ormas Islam dari luar negeri yang datang ke Indonesia dan ingin menghilangkan Pancasila sebagai dasar negara.
“Perbuatan tersebut salah satu macam dari pemberontakan, padahal memberontak negara itu dosa besar, maka dari itu HTI harom hukumnya dalam berbagai keadaan” demikian dalam pernyataan tersebut.
Abuya Muhtadi adalah seorang ulama kharismatik di Pandeglang, putra tokoh besar Abuya Dimyathi, dan mempunyai banyak murid di wilayah Banten. Terkait surat pernyataan ini, menurut beberapa muridnya, Abuya jengkel dengan gerakan kelompok HTI di wilayah Banten yang sering mencatut namanya.

Bupati Bogor Ditangkap KPK

Terkait Pengalihan Status Lahan
Bupati Bogor Rachmat Yasin ditangkap KPK di rumahnya di Taman Yasmin, Bogor. Diduga dia menerima suap miliaran rupiah terkait kasus pembebasan lahan dan aturan tata ruang di Puncak.
Rachmat Yasin ditangkap pada Rabu (7/5) sore. Selain politisi PPP itu, KPK juga menangkap Kepala Dinas Pertanian Muhamad Zairin dan pihak swasta Francis Xaverius Yohan.
Hingga pagi ini, Kamis (8/5/2014) status Rachmat Yasin masih terperiksa. Rencananya, siang atau sore ini status Rahmat Yasin baru ditentukan.
"Pada hari ini KPK akan memutuskan hasil pemeriksaannya untuk menentukan, apakah kasus ini dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi. Kalau ya, juga akan ditentukan kemudian apakah akan ditangani sendiri oleh KPK," jelas Wakil Ketua KPK Bambang Widjohanto saat dikonfirmasi. Jadi, pemeriksaan masih dilakukan. Dia meminta agar masyarakat bersabar menunggu status kepala daerah di Kabupaten Bogor ini.
"Warga Bogor harus bersabar," tambah dia.
Data harta kekayaan Rachmat Yasin ini tertuang dalam laporan harta kekayaan yang ada di situs KPK, Kamis (8/5/2014). Rachmat Yasin terakhir kali melaporkan harta kekayaannya pada 15 September 2011.
Total kekayaan Rachmat adalah Rp 6,41 miliar. Naik dari Rp 5,09 miliar seperti yang sudah dilaporkan pada 24 Juni 2008.
Rachmat Yasin tercatat memiliki mobil Mercy R 280 LAT yang dihargai Rp 650 juta. Ada juga Toyota Vellfire tahun 2009.
Yasin memiliki 13 bidang tanah dan bangunan yang sebagian besar ada di Kabupaten Bogor. Tanah dan bangunan terluasnya adalah 2.858 meter persegi dan 1.225 meter persegi.
Kekayaan Rachmat Yasin juga terletak pada kepemilikan logam mulia, barang antik, batu mulia dan benda bergerak lainnya. Total dari item ini adalah Rp 92 juta. Rachmat Yasin juga tercatat memiliki Rp 575,2 juta di sektor giro.
Rachmat Yasin menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah PPP Jawa Barat. Rachmat Yasin pun akan menjadi tuan rumah pada Mukernas III PPP di Cisarua pada 23-24 April 2014. Sumber: www.detik.com

Hukum Wanita Haid Masuk Masjid

Bagaimana hukum wanita haid masuk masjid..?! Ada perbedaaan pendapat/ khilafiah di kalangan ulama. ada yang membolehkan, ada yang membolehkan dengan syarat, dan ada pula yg tidak membolehkannya. Sekarang, mari kita kupas bersama2 melalui dalil2 yg ada dan mari kita kaji dgn seksama perbedaan pendapat tersebut.
Ada 3 pendapat yang berkenaan dengan hal wanita haid masuk masjid tersebut.
Pendapat-pendapat tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pendapat yg melarang wanita haid masuk masjid, hal ini kebanyakan diikuti oleh sebagian ulama bermadzhab Maliki dan Hanafi. Mereka mutlak melarang dalam apapun.
2. Pendapat yang membolehkan dengan syarat. Pendapat ini banyak diikuti dari kalangan ulama bermadzhab Syafi’i dan ulama dari madzhab Hambali. Pendapatanya adalah melarang jika wanita tersebut menetap/berdiam di masjid, kecuali sekedar lewat atau berjalan atau mengambil sesuatu yang ada di dalm masjid saja. Artinya, membolehkan dengan syarat.
3. Pendapat yang membolehkan secara mutlak tanpa syarat apapun bagi wanita haid berada di masjid selama diyakini darahnya tidak akan mengotori masjid.
Sekarang, mari kita kupas dalil2 yang ada sehubungan dengan pendapat2 tersebut, agar kita bisa memilah dan memilih pendapat mana yang lebih mendekati kebenaran.
Pendapat Ulama yang Melarang Mutlak
1. “Aku tidak menghalalkan masjid bagi orang junub dan tidak pula bagi wanita haid.” (HR. Abu Daud 1/232, Baihaqi 2/442. Didlaifkan dalam Al Irwa’ 1/124)
Hadits tersebut ternyata hadits dhaif karena ada rawi bernama Jasrah bintu Dajaajah. Oleh karena itu hadits ini didhaifkan oleh sekelompok ulama di antara Al-Imam Al-Baihaqi Ibnu Hazm dan Abdul Haq Al-Asybili. Bahkan Ibnu Hazm berkata: “Hadits ini batil.” dan juga telah di dhaifkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dlm Irwa‘ul Ghalil no. 124 Dha’if Al-Jami‘ush Shaghir no. 6117 dan Dha’if Sunan Abi Dawud.
2. “Hendaklah wanita-wanita haid menjauh dari mushalla.” (HR. Bukhari nomor 324)
Dalil tersebut digunakan untuk shalat ‘ied di lapangan, dan bukan untuk di masjid. Rasulullah SAW menyebut kata “mushalla” biasanya adalah untuk tempat2 shalat sunnah, seperti di lapangan untuk shalat ‘ied atau tempat shalat di rumah2 kita.. Dan beliau SAW menyebut masjid untuk tempat2 shalat wajib. Jadi, dalil ini pun kurang tepat jika dijadikan dalil untuk melarang wanita ke masjid.
Pendapat Ulama Membolehkan Dengan Syarat
1. Firman Allah Ta’ala :
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mendekati shalat sedangkan kalian dalam keadaan mabuk hingga kalian mengetahui apa yang kalian ucapkan dan jangan pula orang yang junub kecuali sekedar lewat sampai kalian mandi.” (An Nisa’ : 43) Kata “shalat” di artikan tempat shalat.. Tetapi dalam ayat trersebut tidak menyebutkan wanita haid. Wanita haid dalam ayat tersebut diqiyaskan dengan kata junub. Sehingga ulama dari kalangan ini membolehkan dengan syarat hanya sekedar lewat atau mengambil sesuatu di dalam masjid dengan dikuatkan oleh dalil
2. Hadits ‘Aisyah, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah berkata kepadanya: “Siapkanlah al-Humrah (semacam sajadah) dari masjid. Lalu ‘Aisyah berkata: Saya sedang haid. Beliau bersabda: Sesungguhnya haid kamu tidak di tanganmu” (HR. Muslim dan at-Turmudzi, no. 134, dan Abu Dawud, no. 261, dan an-Nasa’i, no. 272, dan Ibnu Majah, no. 632).
Ada tambahan dari ulama kalangan madzhab Hambali, bahwa boleh menetap di masjid selama orang yang berhadats besar tersebut dalam keadaan wudhu. Sesuai dengan dalil yang ada dari Atha bin Yasar berkata : “Aku melihat beberapa orang dari shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam duduk di masjid dalam keadaan mereka junub apabila mereka telah berwudlu seperti wudlu shalat.” (Dikeluarkan oleh Said bin Manshur dalam Sunan-nya dan isnadnya hasan).
Akan tetapi untuk wanita yang sedang haid maka tidak diperbolehkan berdiam diri di masjid, karena berwudhunya dalam kondisi demikian tidak sah (Lihat, al-Mughniy, Ibnu Qatamah, 1/135-137). Dan yang demikian adalah pendapat Ishaq bin Rahawaih juga.
Pendapat Ulama Membolehkan Mutlak
Beberapa ulama yang membolehkan secara mutlak adalah Ibnu Hazm, Ibnu Mundzir, Al Muzanny dsb. Mereka berpendapat, bahwa tidak ada satupun dalil sahahih yang melarang wanita haid berada di dalam masjid. Sedangkan dalil yang membolehkan wanita haid berada di dalam masjid justru ada dan tergolong hadits shahih. Adapaun dalil2 yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Bermukimnya wanita hitam yang biasa membersihkan masjid, di dalam masjid, pada masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Tidak ada keterangan bahwasannya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan dia untuk meninggalkan masjid ketika masa haidnya, dan haditsnya terdapat dalam Shahih Bukhari.
2. Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kepada ‘Aisyah radhiallahu ‘anha yang tertimpa haid sewaktu melaksanakan ibadah haji bersama beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :
“Lakukanlah apa yang diperbuat oleh seorang yang berhaji kecuali jangan engkau Thawaf di Ka’bah.” (HR. Bukhari nomor 1650) Dalam hadits di atas Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak melarang ‘Aisyah untuk masuk ke masjid dan sebagaimana jamaah haji boleh masuk ke masjid maka demikian pula wanita haid (boleh masuk masjid).
3. Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam: “Sesungguhnya orang Muslim itu tidak najis.” (HR. Bukhari nomor 283 dan Muslim nomor 116 Kitab Al Haid)
4. Hadits ‘Aisyah, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah berkata kepadanya: “Siapkanlah al-Humrah (semacam sajadah) dari masjid. Lalu ‘Aisyah berkata: Saya sedang haid. Beliau bersabda: Sesungguhnya haid kamu tidak di tanganmu” (HR. Muslim dan at-Turmudzi, no. 134, dan Abu Dawud, no. 261, dan an-Nasa’i, no. 272, dan Ibnu Majah, no. 632). Hadits tersebut di atas tidak menerangkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan Aisyah harus segera keluar dari masjid atau boleh masuk masjid tapi sekedar mengambil al-Humrah saja. Beliau SAW hanya menerangkan haid tidak di tanganmu, sehingga selama aman dan tidak akan mengotori masjid, maka diperbolehkan wanita untuk berada di dalam masjid tanpa batas waktu dan syarat2 tertentu.
5. Ayat QS 4;43 ttg “(jangan pula hampiri tempat shalat) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja,..” berasal dari kata “.. walaa (dan jangan/tidak) junuban (orang yg junub) illaa (kecuali) ‘aabiriy sabiyl (sekedar lewat/musafir)..”. Ada perbedaan penafsiran dlm hal ini, krn kata jangan menghampiri tempat shalat tidak ada dlm teks asli Al Quran. Perbedaan pendapat tersebut berada pada kata “..’aabiriy sabiyl..”. Ada yang menafsirkan sekedar lewat, ada pula yg menafsirkan musafir.
Maka dalam kitab ibnu Hazm (al-Muhallaa, 2/174-175) bahwa seharusnya penafsiran dari kata walaa (dan jangan/tidak) junuban (orang yg junub) illaa (kecuali) ‘aabiriy sabiyl (sekedar lewat/musafir)..” yang dimaksud adalah “ wa laa (dan jangan/tidak “shalat”) junuban (orang yg junub)..” bukan “mendekati tempat shalat”.
Selain itu, jika benar diterjemahkan tempat shalat, maka, lapangan bisa jadi tempat shalat (sesuai hadits tentang shalat ‘ied), atau rumah2 kita juga bisa jadi tempat shalat. Bumi ini adalah tempat shalat, sesuai hadits Rasulullah SAW “Dijadikan bumi ini bagiku tempat yang baik, alat bersuci dan masjid (tempat sujud), maka bagi siapapun yang telah datang waktu shalat agar shalat di mana saja.” (HR. Muslim, 5/32 dan Abu Dawud, no. 489) Dan dalam hadits yang lain beliau bersabda: “Dijadikan bagi kami bumi ini keseluruhannya adalah masjid, dan dijadikan debunya bagi kami alat bersuci apabila tidak ada air.” (HR. Muslim, 5/4)
Berkata al-Imam an-Nawawiy : Berkata shahabat Abu Hanifah bahwa yang dimaksud ayat tersebut adalah seseorang yang bepergian (musafir) jika dalam keadaan junub dan tidakmendapati air diperbolehkan baginya bertayamum dan mendirikan shalat meskipun sifat junub masih ada karena yang dimaksudkan adalah hakekat shalatnya. Dan ulama Hanafiyah yang berpendapat demikian adalah al-Murghinaniy dan Ibnu Hamam dan selain keduanya. Adapun tafsir yang kedua, yang mengatakan bahwa maksud ‘aabiriy sabiyl” ialah sekedar berlalu di dalam masjid tidak bersumber dari seorangpun dari Shahabat, dan diriwayatkan dengan sanad yang lemah dari Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Abbas.
Sehingga menurut pendapat kelompok ini, tidak ada satupun dalil yang shahih dan pasti yang melarang wanita haid berada di dalam masjid dengan alasan dan keadaan apapun.

Mempertanyakan Hukum Puasa Bulan Rajab

PUASA BULAN RAJAB
Rajab adalah bulan ke tujuh dari penggalan Islam qomariyah (hijriyah). Peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad shalallah ‘alaih wasallam untuk menerima perintah salat lima waktu terjadi pada 27 Rajab ini.
Bulan Rajab juga merupakan salah satu bulan haram, artinya bulan yang dimuliakan. Dalam tradisi Islam dikenal ada empat bulan haram, ketiganya secara berurutan adalah: Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan satu bulan yang tersendiri, Rajab.
Dinamakan bulan haram karena pada bulan-bulan tersebut orang Islam dilarang mengadakan peperangan. Tentang bulan-bulan ini, Al-Qur’an menjelaskan:
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
Hukum Puasa Rajab
Hadis-hadis Nabi yang menganjurkan atau memerintahkan berpuasa dalam bulan- bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab) itu cukup menjadi hujjah atau landasan mengenai keutamaan puasa di bulan Rajab.
Diriwayatkan dari Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah bersabda "Puasalah pada bulan-bulan haram." (Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad). Hadis lainnya adalah riwayat al-Nasa'i dan Abu Dawud (dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah): "Usamah berkata pada Nabi Muhammad Saw, “Wahai Rasulallah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunnah) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya'ban. Rasul menjawab: 'Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan oleh kebanyakan orang.'"
Menurut as-Syaukani dalam Nailul Authar, dalam bahasan puasa sunnah, ungkapan Nabi, "Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan kebanyakan orang" itu secara implisit menunjukkan bahwa bulan Rajab juga disunnahkan melakukan puasa di dalamnya. Keutamaan berpuasa pada bulan haram juga diriwayatkan dalam hadis sahih imam Muslim. Bahkan berpuasa di dalam bulan-bulan mulia ini disebut Rasulullah sebagai puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan. Nabi bersabda : “Seutama-utama puasa setelah Ramadan adalah puasa di bulan-bulan al-muharram (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab).
Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumid-Din menyatakan bahwa kesunnahan berpuasa menjadi lebih kuat jika dilaksanakan pada hari-hari utama (al-ayyam al-fadhilah). Hari- hari utama ini dapat ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan dan tiap minggu. Terkait siklus bulanan ini Al-Ghazali menyatakan bahwa Rajab terkategori al-asyhur al-fadhilah di samping dzulhijjah, muharram dan sya’ban. Rajab juga terkategori al-asyhur al-hurum di samping dzulqa’dah, dzul hijjah, dan muharram.
Disebutkan dalam Kifayah al-Akhyar, bahwa bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadan adalah bulan- bulan haram yaitu dzulqa’dah, dzul hijjah, rajab dan muharram. Di antara keempat bulan itu yang paling utama untuk puasa adalah bulan al-muharram, kemudian Sya’ban. Namun menurut Syaikh Al-Rayani, bulan puasa yang utama setelah al-Muharram adalah Rajab.
Terkait hukum puasa dan ibadah pada Rajab, Imam Al-Nawawi menyatakan, telah jelas dan shahih riwayat bahwa Rasul SAW menyukai puasa dan memperbanyak ibadah di bulan haram, dan Rajab adalah salah satu dari bulan haram, maka selama tak ada pelarangan khusus puasa dan ibadah di bulan Rajab, maka tak ada satu kekuatan untuk melarang puasa Rajab dan ibadah lainnya di bulan Rajab” (Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim).
Hadis Keutamaan Rajab
Berikut beberapa hadis yang menerangkan keutamaan dan kekhususan puasa bulan Rajab:
• Diriwayatkan bahwa apabila Rasulullah SAW memasuki bulan Rajab beliau berdo’a:“Ya, Allah berkahilah kami di bulan Rajab (ini) dan (juga) Sya’ban, dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan.” (HR. Imam Ahmad, dari Anas bin Malik).
• "Barang siapa berpuasa pada bulan Rajab sehari, maka laksana ia puasa selama sebulan, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya 7 pintu neraka Jahim, bila puasa 8 hari maka dibukakan untuknya 8 pintu surga, dan bila puasa 10 hari maka digantilah dosa-dosanya dengan kebaikan."
• Riwayat al-Thabarani dari Sa'id bin Rasyid: “Barangsiapa berpuasa sehari di bulan Rajab, maka ia laksana berpuasa setahun, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya pintu-pintu neraka jahanam, bila puasa 8 hari dibukakan untuknya 8 pintu surga, bila puasa 10 hari, Allah akan mengabulkan semua permintaannya....."
• "Sesungguhnya di surga terdapat sungai yang dinamakan Rajab, airnya lebih putih daripada susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa puasa sehari pada bulan Rajab, maka ia akan dikaruniai minum dari sungai tersebut".
• Riwayat (secara mursal) Abul Fath dari al-Hasan, Nabi Muhammad SAW bersabda: "Rajab itu bulannya Allah, Sya'ban bulanku, dan Ramadan bulannya umatku."
• Sabda Rasulullah SAW lagi : “Pada malam mi’raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu saya bertanya pada Jibril a.s.: “Wahai Jibril untuk siapakan sungai ini ?”Maka berkata Jibrilb a.s.: “Ya Muhammad sungai ini adalah untuk orang yang membaca salawat untuk engkau di bulan Rajab ini”.

Pengurus DKM Fokus 5 Bidang

Ustadz Taufiq selaku Ketua DKM Al-Muhajirin mengharapkan kepengurusan yang akan dibentuk dalam waktu terdekat ini, memiliki produktivitas dan keikhlasan pengabdian yang penuh untuk Masjid Al-Muhajirin. “Kita ini kerja ikhlas, oleh karena itu tidak perlu saling mencari siapa yang berjasa dan tidak berjasa, atau memunculkan kecurigaan untuk ke depannya”. Pesannya.
Dalam kepengurusan yang disusun pada malam Ahad, (3/5) di Masjid Al-Muhajirin akan fokus pada 5 bidang, yaitu pendidikan, perekonomian, pemeliharaan, kewanitaan, dan keremajaan. Oleh karena itu masing-masing sudah memiliki tugas dan wewenang yang tergambarkan dalam tata kerja pengurus DKM. "Masing-masing bidang nantinya akan menyusun program kerja beserta target capaian, yang kemudian dirapatkan secara umum. Hal ini agar beban tugas yang diemban sesuai kekuatan dan kemampuan masing-masing bidang itu sendiri.” Tambah Ustadz Khamdan selaku wakil ketua yang mengawali dengan konsep tata kerja pengurus.
Rapat penyusunan pada akhirnya membentuk pengurus sementara sebagai berikut. Ustadz Taufiq (ketua), Ustadz Khamdan (wakil ketua), Arfiyanto (sekretaris), Deden Sukanta (bendara). Untuk bidang-bidang ditunjuk koordinatornya, Chaeron Priyatin, Sugeng, Dodo, Herry (bidang pendidikan dan dakwah), Jamil, Muhaminin, Ngatman, Ubaidillah (ekonomi dan humas), Tohir, Syahrul, Yayan Heryana, Wahidin, Salam (perawatan dan pemeliharaan), Ida, Lusi, Fita, Ani (kewanitaan dan kesejahteraan), Rifaan, Adriadi, Tiyamto, Wahyu (keremajaan dan seni).
Untuk masing-masing blok disepakati adanya koordinator untuk memudahkan informasi tersosialisasikan. Iid (Blok F), Delon (Blok E), Rio (Blok D), Abdul Bazid (C), Hendi (B), dan Api (A).

Ustadz Taufiq Memimpin DKM Kembali

Laporan pertanggungjawaban pengurus Mushola pada periode 2012-2014 diwarnai suara aklamasi menerima dari para jamaah Masjid Al-Muhajirin. Ustadz Taufiq selaku ketua Mushola mengawali dengan penjelasan tentang kegiatan Jamaah Tabligh yang pernah menginap di Masjid Al-Muhajirin selama 3 hari pada 21-23 Maret kemarin.
Dalam penjelasannya, ustadz lulusan S1 dari UIN Jakarta tersebut menyatakan bahwa sesama umat muslim harus selalu menjunjung semangat persatuan. “Pengurus kemarin namanya masih dengan Mushola karena Masjid belum dibangun, nach sekarang baru dibentuk DKM karena masjid sudah berdiri. Mari kita selalu berpegang teguh dengan dalil Allah Wa’tasmu bi hablillahi jami’a wa la tafarroqu”, Demikian ayat yang dijadikan rujukannya dalam acara LPJ dan pemilihan pengurus DKM di Masjid Al-Muhajirin (27/4).
Banyak pihak dari warga perumahan Tjitra Mas Residence yang mempertanyakan tentang kegiatan Jamaah yang terkesan asing dan aneh tersebut.
Ketua RT 4/1 Desa Kalisuren, Ki Samiaji, yang membuka acara menyampaikan bahwa siapapaun tamu atau orang asing yang datang ke wilayah RT 4 lebih dari 24 jam, harus minta ijin dan lapor pada pihak RT maupun pengurus RT yang lain. Ke depannya, kebijakan ini akan dirumuskan untuk disosialisasikan ke seluruh masyarakat.
Setelah secara aklamasi laporan diterima, pemilihan pengurus DKM dilanjutkan dengan pimpinan rapat Arfiyanto, mantan sekretaris pada pengurus Mushola sebelumnya. Mekanisme yang lumayan memancing perdebatan karena muncul banyak tawaran cara, dari model aklamasi atau melanjutkan masa kepengurusan, pemilihan tertutup dengan menuliskan nama di kertas, dan pemilihan terbuka. Melalui pemilihan tertutup yang menjadi kesepakatan jamaah yang hadir sekitar 50-an orang, maka memutuskan Ustadz Taufiq untuk menjadi ketua DKM yang baru masa periode 2014-2017.