Home
▼
Rabu, 03 Februari 2016
Santri Jawa Hijrah ke Sunda
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ittifaq, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, KH Fuad Affandi menyerukan kepada para santri di Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk hijrah di Jawa Barat. Ada beberapa alasan penting yang menurutnya hal itu dilakukan.
"Saya punya beberapa alasan untuk kemaslahatan bersama. Pertama, populasi santri di Jawa Timur dan Jawa Tengah itu sudah banyak. Di Jawa Timur pesantren merata. Di Jawa Tengah lumayan kuat. Sementara di Jawa Barat ini masih tergolong minim untuk sebuah populasi muslim terbesar dengan jumlah pesantren yang sedikit. Lihat saja data dari Kementerian Agama itu. Dari tahun ke tahun sama saja grafiknya. Karena itu, Jawa Barat sebenarnya butuh alumni-alumni pesantren dari Jateng dan Jatim agar hijrah di Jabar," tutur kiai yang murid Mbah Maksum Lasem tersebut kepada Senin, (1/2).
Alasan lain yang mendorong pernyataan tersebut adalah bahwa di Jawa Timur dan Jawa Tengah banyak pesantren yang anak-anak kiainya berjubel. Terkadang pesantrennya tidak berkembang tetapi jumlah kiainya dari keturunan tersebut sudah sangat banyak, belum lagi ditambah menantu dan keturunannya yang muda-muda.
"Itu sudah sering over sehingga seharusnya hijrah. Tidak perlu semua gus-gus itu menetap di rumahnya hanya karena alasan mewarisi pesantren abahnya. Selagi sudah cukup ada beberapa pewaris yang mengelola, maka tidak ada salahnya hijrah dengan niat yang tulus untuk mengamalkan ngelmunya. Mungkin di Jawa Tengah atau Jawa Timur hanya jadi lapis kedua atau lapis ketiga, kalau pindah ke Jawa Barat bisa menjadi kiai nomor satu di masing-masing daerah," terangnya memotivasi.
Ilmu di wetan, Duit di Kulon
Menurut KH Fuad Affandi, ada sejumlah manfaat jika para anak-anak kiai di Jateng dan Jatim itu hijrah ke barat. Menurutnya, rezeki akan lebih banyak karena memang secara sosiologis ngelmu di wetan, duit di kulon. Kalau mencari ilmu agama rata-rata ke Jawa Timuran, maka mencari duit bisa di Jawa Barat.
"Orang Jawa, apalagi para santri, apalagi putra-putra kiai itu punya daya mental yang tangguh. Tapi tidak akan tangguh kalau menetap di kampung halamannya. Bisa kayak kodok. Kalau orang Jawa berani hijrah mengembangkan ilmunya, biasanya terhormat. Apalagi sekarang ini sudah modern. Jalinan silaturahmi melalui transportasi dan komunikasi mudah. Bapak dan emak tidak usah bersedih kalau ada anaknya pindah ke Jawa Barat. Gus-gus juga harus berani keluar kadang. Jangan jadi pecundang hanya berani menjadi kiai di kampungnya sendiri. Jangan hanya berani mewarisi, tetapi harus mau menciptakan warisan baru. Insya Allah Gusti Allah ijabahi," papar kiai yang juga pernah nyantri di Sarang Rembang dan Sunan Drajat Lamongan ini.
Pesan KH Fuad Affandi ini tentu saja merujuk pada calon-calon kiai yang belum menikah. Sebab kalau yang sudah menikah akan repot pindah. Karena itu bagi para kiai-kiai pemimpin pondok pesantren di Jawa Timur atau Jawa Tengah, sebaiknya juga merekomendasikan alumni-alumninya, terutama anak-anak kiai agar berkenan mencari jodoh di Jawa Barat dan berani membangun pesantren di Jawa Barat.
"Saya bisa bantu fasilitasi, sekadar mengarahkan. Cari jodoh di Jawa Barat, usaha di sini, kelola masjid mushola, rintis pelan-pelan pesantren di desa-desa. Banyak desa yang kosong dari keagamaan di Jawa Barat ini. Kosong dari keilmuan agama. Tapi semuanya kembali pada semangat perjuangan. Sulit itu biasa. Kalau santri takut kesulitan lebih baik jadi teroris saja hehe....." terangnya.
Dengan gagasan itu pula KH Fuad Affandi perlu mengatakan bahwa memeratakan dakwah ilmu pengetahuan kaum santri juga nantinya bisa mengikis paham-paham radikal di Jawa Barat.
"Kita pewaris Nahdlatul Ulama harus mampu menjawab tantangan. Sudahlah, para gus-gus, calon kiai, alumni pesantren, cobalah melakukan pembaharuan orientasi hidup ini. Kalau tidak di Jawa Barat ya bisa juga hijrah ke luar Jawa melalui programnya Mas Menteri Marwan Ja'far. Ayo kita ratakan kiai di seluruh negeri," jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentarnya