Home

Jumat, 19 Agustus 2016

Mudik Untuk Pemberdayaan Desa

Mudik tahun 2016 ini, diperkirakan telah melibatkan sekitar 30 juta masyarakat migrasi ke desa. Hampir seluruh desa telah dikepung oleh kedatangan masyarakat yang selama ini berada di berbagai kota, terutama dari wilayah Jabodetabek.
Kepungan masyarakat kota telah membawa distribusi keuangan. Perputaran uang terjadi dari proses pembagian angpao lebaran, proses jajan makan selama liburan lebaran, dan tentunya pembelian oleh-oleh serta kenang-kenangan yang akan dibawa kembali ke kota.
Tak heran dalam rilis Metro TV dan hitungan BPS, arus uang berputar di desa dalam lebaran tahun ini mencapai kisaran 180 triliun rupiah. Angka yang fantastis untuk menggerakkan sektor ekonomi masyarakat desa dan daerah-daerah penyokong kota.
Mudik yang bagi sebagian orang masih digugat keabsahan dalilnya, telah menjadi momentum yang benar-benar dinantikan. Bagi masyarakat desa, mudik menjadi kesempatan menerima manfaat orang kota. Betapa besar uang shodaqah yang dihimpun dalam shalat ied, besar jamaahnya adalah kaum pemudik. Betapa besar uang jajan yang dibelanjakan dalam menraktir saudara atau sahabat untuk makan bakso, sate, ikan bakar, atau jajan lainnya. Betapa besar juga uang yang mengalir dari permintaan proposal pembangunan, proposal kegiatan, dan permintaan-permintaan lainnya yang menggantungkan kaum mudik.
Di sinilah posisi penting bahwa mudik adalah ritual pemerataan ekonomi yang sengaja atau tidak sengaja, telah didesain ulama Nusantara. Bukan berarti orang di desa menggantungkan pada kedatangan orang kota sebagai pemudik, tapi penting bagi kaum mudik untuk ikut menggerakkan sektor ekonomi kendati sekadar menraktir makan bakso atau ikan bakar di tepi pantai yang berdebur ombak dengan semilir sepoi-sepoi.
Pantai Bandengan, Pantai Mpu Rancak, Pantai Kartini.
Jepara, 7 Juli 2016, pukul 18:30 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya