Home
▼
Jumat, 19 Agustus 2016
TAKBIR KELILING
Dalam perjalanan mudik sampai di Pekalongan dari tujuan utama ke Jepara, mendapatkan informasi persiapan takbir keliling para remaja masjid perumahan tempat tinggal. Kendati tidak ikut langsung takbir keliling karena harus "jihad" mudik silaturrahim ke kampung, rasa bangga dan bahagia sudah terasa.
Dulu di masa-masa di kampung, malam hari raya adalah waktu yang ramai untuk keliling kampung, berjalan beramai-ramai, bawa obor, takbir keliling alias takbir berjamaah.
Pak Kiyai dan Bapak, yang biasa ngurus zakat di masjid selalu berpesan, ramaikan hari raya, dan hidupkan malam hari raya. Tentu maksudnya adalah dengan takbir, dzikir, dan sholat sunah di malam hari. Inilah malam terkabulnya doa. Amanat bapak dan ibu memotivasi anak-anaknya untuk tidak lupa sholat tasbih, dan berdoa.
Kunna nukmaru an nahruja yaumal ied hatta nukhrijal bikra min khidriha, hatta nukhrijal huyadh. Fayukabbirna bitakbirihim wa yad'una bi du'aihim. Inilah hadis riwayat Imam Bukhori yang tercantum dalam urutan 971. Diperintahkan para sahabat pada malam hari ied keluar rumah, hingga keluarlah para gadis dan wanita yang sudah haid untuk bertakbir beriringan, dan berdoa dalam doa yang sama.
Kearifan ulama Nusantara menjadikan tradisi malam hari raya dirayakan dengan takbir keliling. Obor-obor dibawa untuk menghidupkan malam. Alat-alat musik ditabuh untuk mengiringi lantunan takbir meramaikan malam.
Maka tak pantas sesungguhnya jika pemimpin daerah melarang takbir keliling dengan dalih ketertiban dan keamanan. Orang yang menyemarakkan takbir jamaah jelas berbeda dengan orang yang memandang takbir jamaah sebagai bid'ah. Sesungguhnya takbir keliling di malam ied memiliki sandaran dalil dan sanad yang sahih, dan memiliki hubungan akar tradisi yang kuat di Nusantara. Allahu Akbar, Wa Lillahilhamd.
Alun-Alun Batang, 5 Juli 2016, pukul 14:05 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentarnya