Mari Makmurkan Masjid dengan Sholat Berjamaah di Masjid

Rabu, 23 Maret 2016

Tafsir Jalalain Surat Ali-Imran Ayat 31-37

Masjid Al-Muhajirin Tjitra Mas Residence, 13 Maret 2016. Oleh Ustadz Muh. Khamdan, MA.Hum
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللهُ غَفُورُُ رَّحِيمُُ {31} قُلْ أَطِيعُوا اللهَ وَالرَّسُولَ فَإِن تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْكَافِرِينَ {32}
“Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah, ‘Taatilah Allah dan RasulNya; jika kamu berpaling, maka se-sungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (Ali Imran: 31-32).
Ayat ini merupakan patokan di mana dengannya kita dapat membedakan orang yang mencintai Allah dengan sebenar-benarnya dan orang yang hanya sekedar mengaku-ngaku semata. Tanda-tanda kecintaan kepada Allah adalah mengikuti Rasulullah, Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam, di mana Allah menjadikan tindakan mencontohi Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam dan mengikuti segala yang diserukannya sebagai jalan kepada kecintaan kepadaNya dan keridhaanNya.
Oleh karena itu tidaklah akan diperoleh kecintaan Allah dan keridhaanNya serta pahalaNya kecuali dengan membenarkan apa yang dibawa oleh Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallamberupa al-Qur’an dan as-Sunnah, dan menaati perintah keduanya dan menjauhi larangan keduanya. Maka barang-siapa yang melakukan hal itu niscaya Allah akan mencintainya lalu membalasnya dengan balasan orang-orang yang dicintai, mengampuni dosa-dosanya dan menutupi aib-aibnya, sehingga seolah-olah dikatakan, “walaupun demikian, maka apakah sebenarnya hakikat mengikuti Rasul dan tata caranya?” Maka Allah menjawabnya dengan firmanNya, (قُلْ أَطِيعُوا اللهَ وَالرَّسُولَ)“Katakanlah,”Ta’atilah Allah dan RasulNya,” yaitu dengan menaati perintah dan menjauhi larangan serta mempercayai kabar, (فَإِنْ تَوَلَّوْ) “Jika kamu berpaling” dari hal itu, maka inilah kekufuran itu dan Allah, (لاَ يُحِبُّ الْكَافِرِينَ) ” Tidak menyukai orang-orang kafir”.
إِنَّ اللهَ اصْطَفَى ءَادَمَ وَنُوحًا وَءَالَ إِبْرَاهِيمَ وَءَالَ عِمْرَانَ عَلَى الْعَالَمِينَ {33} ذُرِّيَّةً بَعْضُهَا مِن بَعْضٍ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ {34} إِذْ قَالَتِ امْرَأَتُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَافِي بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ {35} فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَآأُنْثَى وَاللهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَاْلأُنْثَى وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ {36} فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ وَأَنبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِندَهَا رِزْقًا قَالَ ياَمَرْيَمُ أَنَّى لَكِ هَذَا قَالَتْ هُوَ مِنْ عِندِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَرْزُقُ مَن يَشَآءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ {37}
Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing) (33)(sebagai) satu keturunan yang sebagiannya (keturunan) dari yang lain. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (34)(Ingatlah), ketika isteri ‘Imran berkata:”Ya Rabbku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu daripadaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (35)Maka tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata:”Ya Rabbku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk”. (36) Maka Rabbnya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata:”Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini” Maryam menjawab:”Makanan itu dari sisi Allah”. Sesungguhnya Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. (QS Ali Imran: 33-37)
Ketika orang-orang nasrani utusan suku Najran mengklaim akan ketuhan Isa ‘alaihi sallam dan ketuhan ibundanya maka Allah ta’ala menurunkan ayat ini, yang mana Allah ta’ala menjelaskan padanya tentang permulaan perkara Isa ‘alaihi sallam dan ibundanya serta hakikat perkara keduanya, maka bersamaan dengan itu Allah mengkabarkan bahwa Allah ta’ala memilih Adam dan Nuh ‘alaihima sallam dan juga keluarga Ibrahim dan keluarga Imran untuk mengemban agamaNya dan beribadah kepadaNya, maka kemudian Allah ta’ala mengutamakan mereka dengan hal itu dari kebanyakan manusia, dan Allah ta’ala mengkabarkan bahwa mereka adalah keluarga, yang tidak berbeda dalam keyakinan. Tidak ada perbedaan pada keutamaan dan kesempurnaan spiritual kerohanian mereka, itu semua karena penjagaan Allah ta’ala kepada mereka dan pertolonganNya.
Allah ta’ala mengkabarkan bahwa ia maha mendengar lagi maha mengetahui, ini diketahui dari perkataan istrinya Imran yang mana Allah ta’ala mengetahui tentang kondisinya, dia mengatakan dalam perkataannya: (….رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَافِي بَطْنِي مُحَرَّرًا: ” ketika isteri ‘Imran berkata:”Ya Rabbku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat”. Itu karena dia tidak bisa melahirkan seorang anak, kemudian ia melihat di perkarangan rumahnya seekor burung yang memberi makan anak-anaknya, maka ia pun merindukan seorang anak, akhirnya ia meminta kepada tuhannya yaitu Allah ta’ala agar ia merezekikannya seorang anak, yang mana anak itu akan beribadah dan mengabdikan diri kepada Allah ta’ala di Baitul Maqdis, maka Allah mengabulkan permintaannya yang kemudian ia hamil, ketika ia hamil suaminya wafat, yang mana ia berkata seperti yang Allah ta’ala ceritakan tentang perkataannya:
إِذْ قَالَتِ امْرَأَتُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَافِي بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Ketika isteri ‘Imran berkata:”Ya Rabbku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu daripadaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Waktu pun berlalu, hingga datanglah waktu ia akan melahirkan, maka iapun melahirkan, namun ia melahirkan seorang anak perempuan bukan laki-laki, disebabkan itulah ia merasa merugi dengan hal itu, yang kemudian ia berkata:
قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَآأُنْثَى وَاللهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ
Artinya:
“Diapun berkata:”Ya Rabbku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu “
Bagaimana Allah ta’ala tidak mengetahui hal itu, karena Allah adalah pencipta yang maha mengetahui. Setelah itu ia mengatakan:
وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَاْلأُنْثَى
Artinya:
Dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan
Yaitu dalam hal Mengabdikan diri di Baitul Maqdis, dia (Maryam) menyayangkan sekali. Kemudian ia memberinya nama dengan Maryam yaitu seorang pelayan di Baitul Maqdis. Kemudian ia meminta kepada Allah agar ia menjaga anaknya dari gangguan syaithan, sehingga syaithan tidak dapat mendekatinya. Allah ta’ala pun menerimanya dengan penerimaan yang baik dan menjadikan pertubuhannya dengan pertumbuhan yang baik yang mana hal itu termasuk sesuatu yang langka tidak seperti anak-anak lainnya.
Allah ta’ala menjadikan Zakariya pemeliharanya, maka ia dididik di rumah bibinya, hal itu karena Hanah dikala ia melahirkannya ia menaruh anaknya di sebuah kain, yang dengan itu ia mengirimkan anaknya tersebut kepada orang-orang shalih di kalangan Bani Israil dengan maksud agar salah seorang dari mereka yang dianggap pantas dan layak dalam pengasuhannya, dapat memberikan perlindungan untuknya di rumahnya, hal ini dikarenakan ibunya (Hanah) telah menadzarkannya untuk Allah ta’ala, maka tidak boleh anak tersebut tinggal di rumahnya, disamping itu ayahandanya juga meninggal.
Melihat hal itu maka setiap orang berkeinginan untuk memeliharanya. (Allah menjadikan) nabi Zakariya ‘alaihissalam yang memeliharanya, maka ia pun berada di rumah bibinya (Istri Nabi Zakariya) dengan pendidikan yang bersumber dari Allah ta’ala. ketika Maryam besar, maka Zakariya memasukannya ke Mihrab (tempat peribadahan yang berada di Baitul Makdis) agar dia beribadah di tempat itu. Nabi Zakariya ‘alaihissalam membawakan untuknya makan, setiap ia membawakan untuknya makanan ia mendapati padanya buah-buahan musim panas di musim dingin, dan buah-buahan musim dingin di musim panas, maka ia (Zakariya) merasa heran dengan hal itu, lalu ia bertanya kepadanya:
قَالَ ياَمَرْيَمُ أَنَّى لَكِ هَذَا
Zakariya berkata:”Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini”
Maka ia menjawab:
قَالَتْ هُوَ مِنْ عِندِ اللهِ
Maryam menjawab:”Makanan itu dari sisi Allah”
Kemudian ia mennjelaskan hal itu dengan perkataannya:
إِنَّ اللهَ يَرْزُقُ مَن يَشَآءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Sesungguhnya Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.
Pelajaran berharga yang dapat kita ambil dari ayat-ayat diatas adalah:
1. Allah menjelaskan bahwa keutamaannya dan nikmatnya diberikan kepada siapa yang ia kehendaki.
2. Penjelasan bahwa Isa bin Maryam bukan anak Allah dan bukan Allah ta’aladan bukan juga satu dari tiga tuhan, akan tetapi ia adalah hamba Allah ta’ala dan rasulnya yang mana ibu beliau adalah Maryam dan nenek beliau adalah Hanah dan kakek beliau Imran, yang mana keluarga ini adalah salah satu keluarga mulia dikalangan Bani Israil.
3. Allah mengabulkan doa wali-walinya, seperti ia mengabulkan doa Hanah dengan merezekikannya seorang anak dan memberikan perlindungan kepadanya dari ganguan syaithan.
4. Disyariatkannya nadzar untuk Allah ta’ala yang mana nadzar tersebut adalah pengharusan yang dilakukan seorang mukmin kepada dirinya untuk melakukan ketaatan kepada Allahta’ala umtuk mendekatkan diri kepadanya.
5. Penjelasan bahwa laki-laki lebih utama dari pada wanita dalam hal melaksanakan amalan-amalan dan kewajiban-kewajiban.
6. Bolehnya seseorang hamba untuk bersedih dan menyayangkan sesuatu yang terlewatkan, jika sesuatu itu berupa kebaikan yang sangat ia inginkan.
7. Penetapan adanya karamat pada wali Allah ta’ala yang mana terjadi di tempat peribadahannya.
8. Penetapan akan kenabian Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam, yang kisah seperti iini tidak akan datang dari seorang yang buta huruf, maka ini tidak bahwa beliau adalah seorang
Rasul yang diberi wahyu, maka oleh sebab itu ayat ini ditutup dengan firmanNya:
ذَلِكَ مِنْ أَنبَآءِ الْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيْكَ
Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita ghaib yang Kami wahyukan kepada kamu (ya Muhammad)

Tafsir Jalalain Surat Ali Imran Ayat 21-30

Masjid Al-Muhajirin Tjitra Mas Residence, 6 Maret 2016. Oleh Ustadz Muh. Khamdan, MA.Hum
Setengah orang suka memakai fikirannya dan dapat diajak berunding. Mereka dapat mengerti kalau dikatakan bahwa hakikat agama ialah menyerah diri kepada Allah, yang kelaknya berarti tunduk kepada perintah Allah, mengerjakan yang disuruh dan menghentikan yang dilarang. Tetapi setengah orang lagi, dernikian tebal pengaruh hawa nafsunya, sehingga ajakan yang dilakukan secara lemah-lembut tidak berfaedah, malahan bertambah diajak mereka bertambah benci. Untuk golongan begini berkatalah lanjutan ayat: إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَيَقْتُلُونَ الَّذِينَ يَأْمُرُونَ بِالْقِسْطِ مِنَ النَّاسِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
(21) Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih.
Sebagai yang kerapkali telah dilakukan oleb orang Yahudi kepada Nabi-nahi mereka sendiri. Berpuluh Nabi-nabi yang tidak mereka senangi mereka bunuh. Dan telah mereka bunuh pula Nabi Zakaria dan puteranya Nabi Yahya, bahkan mereka coba pula hendak menarik tangan pihak penguasa supaya Nabi Isa Almasih pun dibunuh, tetapi Isa Almasih dipelihara oleh Allah.
Meskipun orang Yahudi yang hidup di zaman Rasulullah s.a.w. hanya keturunan yang kesekian dari nenek-moyang mereka, yang membunuh Nabi-nabi itu, namun sisa nafsu jahat itu masih ada pada mereka. Mereka telah kedapatan dua tiga kali membuat komplot hendak membunuh nabi Muhammad s.a.w. Oleh karena mereka tidak mempunyai pertahanan buat menolak seruan Nabi, sedang nafsu mereka penuh kebencian, tidak lain bagi mereka hanyalah membunuh.
Itu sebabnya maka dikatakan membunuh dengan tidak benar. Artinya nabi-nabi itu tidak bersalah sehingga pembunahan itu tidak patut. Mereka menyangka bahwa dengan cara demikian akan tercapailah penyelesaian, sebab telah tersingkir orang yang mereka anggap hendak merubah-rubah pusaka kepercayaan mereka.
أُولَئِكَ الَّذِينَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ
(22) Mereka itu adalah orang-orang yang lenyap (pahala) amal-amalnya di dunia dan akhirat, dan mereka sekali-kali tidak memperoleh penolong. Dalam dunia segala amal mereka percuma, gagal dan gugur, bekasnya tidak akan ada. Kalau di dunia sudah tidak ada, niscaya di akhirat pun kosong, malahan azab siksalah yang akan mereka derita.
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِنَ الْكِتَابِ يُدْعَوْنَ إِلَى كِتَابِ اللَّهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ يَتَوَلَّى فَرِيقٌ مِنْهُمْ وَهُمْ مُعْرِضُون
(22) Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah diberi Al Kitab (Taurat), mereka diseru kepada kitab Allah supaya kitab itu menetapkan hukum di antara mereka; kemudian sebahagian dari mereka berpaling, dan mereka selalu membelakangi (kebenaran).
Menurut riwayat dari Ibnu Ishaq dan Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas, pada suatu ketika Rasulullah saw masuk ke rumah tempat 0rang Yahudi mempelajari agama mereka , mengajak mereka ke jalan Allah. Maka bertanyalah kepada beliau dua orang pemuka Yahudi yang ada di sana di waktu itu, yaitu an-Nu’man bih ‘Amr dan al-Haris bin Zaid: "Engkau datang membawa agama apa, ya Muhammad?" Lalu Nabi saw menjawab: "Aku datang dengan agama Ibrahim dan peraturan nya." Maka kedua penanya itu bertanya pula: "tetapi Ibrahim adalah Yahudi." Dengan tegas Nabi saw menyambut kata mereka itu: "Mari kita ambil Taurat, dia kita jadikan alat pemutus di antara kita dalam soal ini. Apa betulkah Yahudi agama Ibrahim atau Islam!" Tetapi kedua orang itu tidak mau.
Demikian salah satu riwayat tentang sebab-sebab turun ayat ini. Mungkin mereka menyangka, sebab Nabi kita s.a.w. memang tidak tahu menulis dan membaca, akan dapat saja beliau ditipu dan dikelabui dengan perkataan demikian; mengatakan Nabi Ibrahim orang Yahudi. Padahal nama Yahudi diambil dari Yahuda, anak dari cucu beliau Ya’kub. Dan Nabi Ibrahim telah meninggal seketika Yahuda lahir ke dunia. Akan mungkin di akal si nenek penganut agama yang memakai nama anak dari cucunya? Alias cicitnya? Tantangan Nabi Muhammad saw sangat jitu sekali.
Beliau disuruh bawa Taurat itu dan mari baca bersama-sama, di fasal dan di ayat berapa ada tersebut bahwa Nabi Ibrahim orang Yahudi? Maka si penanya yang berdua itu terpaksa berpaling bahkan membelakangi, karena takut akan diperhadabkan dengan kebenaran.
Demikian pula misalnya kalau terjadi pertukaran fikiran di antara seorang Muballigh Islam dengan seorang Misionaris Katholik atau Zending Protestan, yang bersungguh-sungguh mempropagandakan bahwa Nabi Isa adalah Tuhan pula di samping Allah, atau dia sendiri adalah Allah. Katanya hal itu dikatakan 0leh Nabi Isa sendin di dalam Injil.
Maka kalau diminta keterangan di Injil yang mana dan di fasalnya yang keberapa dan di ayatnya yang mana ada tersebut bahwa Nabi Isa sendiri mengakui dirinya sebagai Allah? Atau Tuhan Yang Maha Kuasa pula atas seluruh alam ini menyerupai Allah? Sebab ini mengenai pokok kepercayaan, niscaya ada wahyu yang tegas dari Nabi Isa sendiri.
Mereka tentu tidak akan dapat mengemukakannya, kecuali dengan mengemukakan penafsiran yang telah diputuskan kemudian oleh Majlis Pendeta, menurut yang diajarkan 0leh Paulus, seorang Yahudi yang membenci pengikut Nabi Isa, lalu setelah Nabi Isa meninggal dunia, dia memaklumkan dirinya telah jadi Kristen lalu mengeluarkan pelajaran yang jauh berbeda dari apa yang diajarkan Nabi Isa sendiri.
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لَنْ تَمَسَّنَا النَّارُ إِلا أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ وَغَرَّهُمْ فِي دِينِهِمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ
(24) Hal itu adalah karena mereka mengaku: "Kami tidak akan disentuh oleh api neraka kecuali beberapa hari yang dapat dihitung". Mereka diperdayakan dalam agama mereka oleh apa yang selalu mereka ada-adakan.
Ayat ini adalah lanjutan dari ayat yang sebelumnya tadi, dua orang pemuka Yahudi berani mengatakan Nabi Ibrahim adalah orang Yahudi, tetapi seketika diajak kembali mcngambil keputusan dan mcncari keterangan itu dalam Taurat sendiri mereka tidak mau. Bahkan mereka berpaling, membelakang. Membuktikan bahwa mereka telah berdusta besar.
Mengapa mereka berani berdusta sebesar itu? Ialah karena ada kepercayaan pada mereka; kita orang Yahudi ini meskipun berdusta sedikit untuk mempertahankan diri, tidaklah mengapa. Sebab kalau kita masuk neraka, asal kita terang orang Yahudi hanya sebentar saja kita di dalam, kitapun segera dikeluarkan. Sebab orang-orang Yahudi adalah orang-orang yang utama di sisi Allah, bukan seperti bangsa-bangsa dan suku-suku yang lain, sebab mereka hina di bawah kita, sedang kita adalah "kaum pilihan Allah."
فَكَيْفَ إِذَا جَمَعْنَاهُمْ لِيَوْمٍ لا رَيْبَ فِيهِ وَوُفِّيَتْ كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لا يُظْلَمُونَ
(25) Bagaimanakah nanti apabila mereka Kami kumpulkan di hari (kiamat) yang tidak ada keraguan tentang adanya. Dan disempurnakan kepada tiap-tiap diri balasan apa yang diusahakannya sedang mereka tidak dianiaya (dirugikan).
Sedang hari itu pasti datang, lebih lama hidup artinya lebih mempastikan bahwa pintu gerbang maut untuk menemui hari itu sudah bertambah dekat, kelamaan hidup hanyalah menunda kekalahan.
Yang akan disempurnakan itu ialah ganjaran, setimpal dengan amal yang diusahakan. Baik diganjari dengan baik , jahat diganjari dengan jahat, atau ditimbang dengan sangat halus mana yang lebih berat , yang baikkah atau yang jahat ?
Pastilah tiap-tiap orang menerima ganjarannya dengan setimpal . Sebentarkah atau lamakah , atau kekalkah dalam neraka ; atau langsung masuk ke syurga . Bukan karena nama agama yang dianut , atau karena dipusakai dari orang tua , melainkan karena amal yang diperbuat . Aniaya tidak akan berlaku dikala itu , sebab Tuhan Allah tidak berkepentingan untuk dirinya sendiri dengan menganiaya .
Dan kalau semata-mata seseorang menyebut dirinya Yahudi atau Nasrani apatah lagi mamakai nama Islam , padahal amal tidak ada , iman tidak ada , jiwa kosong dari persediaan , kalau mereka tidak di siksa karena bersalah dan tidak diberi karunia syurga karna beramal baik , tersebab dihanya memakai suatu nama, meskipun kosong , tidaklah adil Tuhan Allah .
Mustahil Tuhan Allah tidak Adil , dan mustahil Tuhan Allah aniaya
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
(26) Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
تُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَتُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَتَرْزُقُ مَنْ تَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
(27) Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezeki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)”.
Dikeluarkan oleh Ibnu Abu Hatim dari Qatadah, katanya,
"Orang- orang mengatakan kepada kami bahwa Rasulullah saw. memohon kepada Tuhan agar menundukkan kerajaan Romawi dan Persi ke dalam kekuasaan umatnya, maka Allah pun menurunkan, 'Katakanlah! Wahai Tuhan yang memiliki kerajaan...sampai akhir ayat.'"
(Q.S. Ali Imran 26)
Kemudian dilanjutkan kepada ayat berikutnya sebagai berikut: Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)".
لا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
(28) Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).
Ini adalah larangan Allah dan peringatan bagi kaum mukminin agar tidak menjadikan orang-orang kafir sebagai wali-wali (pemimpin-pemimpin) mereka selain kaum mukminin. Karena kaum mukminin itu sebagian mereka adalah wali bagi sebagian lainnya. Dan Allah adalah wali bagi mereka. (وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ) ”Barang-siapa berbuat demikian” menjadikan orang-orang kafir sebagai pemim-pin, (فَلَيْسَ مِنَ اللهِ فِي شَيْءٍ) “niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah” artinya, niscaya ia terlepas dari Allah dan Allah juga berlepas diri (bara’) darinya.
Ada dua riwayat mengenai sebab turunnya ayat ini, yakni sebagai berikut :
1. Dalam tafsir AtTabari (3/228) dikatakan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan Al-Hajjaj bin Amr, yang mempunyai teman orang-orang Yahudi yaitu Ka’ab bin Al-Asyraf, Ibnu Abi Haqiq dan Qais bin Zaid kemudian ada beberapa sahabat yang menasehatinya dan berkata :”Jauhilah mereka dan engkau harus berhati-hati karena mereka nanti akan memberi fitnah kepadamu tentang agama dan kamu akan tersesatkan dari jalan kebenaran.” Namun sahabat yang dinasehati mengabaikan nasehat ini, dan mereka masih tetap memberi sedekah kepada orang-orang Yahudi dan bersahabat dengan mereka, makakemudian turun ayat tersebut.
2. Sedangkan dalam tafsir Al-Qurthubi (4/58) disebutkan bahwa Ibnu Abbas a berkata bahwasanya ayat ini turun kepada Ubadah bin Shamit, bahwasanya beliau mempunyai beberapa sahabat orang Yahudi dan ketika Nabi n keluar bersama para sahabatnya untuk berperang (Ahzab) Ubadah berkata kepada Rasulullah “wahai Nabi Allah aku mambawa lima ratus orang Yahudi mereka akan kelur bersamaku dan akan ikut memerangi musuh.” Maka kemudian turunlah ayat tersebut.
قُلْ إِنْ تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَيَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Katakanlah: "Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui." Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
يَوْمَ تَجِدُ كُلُّ نَفْسٍ مَا عَمِلَتْ مِنْ خَيْرٍ مُحْضَرًا وَمَا عَمِلَتْ مِنْ سُوءٍ تَوَدُّ لَوْ أَنَّ بَيْنَهَا وَبَيْنَهُ أَمَدًا بَعِيدًا وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ
Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; Ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.

Rabu, 02 Maret 2016

Boleh Membunuh Anjing

Untuk Anjing yang Berbahaya
Sebagian umat Islam mungkin beranggapan bahwa anjing adalah hewan yang paling menjijikan setelah babi. Saking jijiknya, tak jarang ditemukan di beberapa perkampungan, anjing dijadikan objek kekesalan dan kemarahan. Setiap ada anjing yang lewat, entah apa salahnya, tubuhnya selalu dihujani dengan batu-batu. Anjing malang itu pun lari sambil terkaing-kaing.
Sikap antianjing ini sekilas memang memiliki dukungan dari hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أمر بقتل الكلاب إلا كلب صيد أو كلب غنم أو كلب ماشية
Rasulullah SAW memerintahkan untuk membunuh anjing kecuali anjing pemburu, anjing penjaga gembala dan penjaga ternak.
Berdasarkan hadits ini dipahami bahwa diperbolehkan membunuh anjing yang tidak ada manfaatnya untuk kehidupan manusia. Bila dia bisa digunakan sebagai penjaga gembala, rumah, dan ternak, kita tidak diperbolehkan membunuhnya.
Akan tetapi, sebenarnya para ulama berbeda pendapat mengenai makna dan maksud hadits di atas. Ada yang memahami larangan Nabi dalam hadits tersebut dikhususkan untuk anjing yang membahayakan saja, karena konteks kemunculan hadis ini di saat banyaknya anjing yang mengganggu dan membahayakan manusia.
Ada pula yang berpendapat bahwa hadits membunuh anjing sudah di-nasakh (dihapus) oleh hadits lain yang menunjukkan larangan membunuhnya. Maka dari itu, Imam al-Harmain (Abu Ma’ali al-Juwaini) menuturkan dalam karyanya Nihayatul Mathlab fi Dirayatil Madzhab, والكلب الذي لا منفعة له، ولا ضرار منه لا يجوز قتله. وقد ذكرنا طرفاً من ذلك مقنعاً في باب الصيود من المناسِك عند ذكرنا الفواسق، وقد صح أن النبي صلى الله عليه وسلم أمر بقتل الكلاب مرة، ثم صح أنه نهى عن قتلها، واستقر عليه على التفصيل الذي ذكرناه. وأمر بقتل الكلب الأسود البهيم. وهذا كان في الابتداء، وهو الآن منسوخ.
Anjing yang tidak bisa dimanfaatkan dan tidak pula membahayakan, tidak boleh dibunuh. Kami telah menjelaskan permasalahan ini dalam pembahasan “Perburuan Pada Waktu Manasik” ketika menyinggung hewan-hewan fasik (berbahaya). Memang ada riwayat sahih yang menyatakan Nabi SAW memerintah membunuh anjing dan kemudian pada satu riwayat dikatakan Nabi SAW melarangnya. Penjelasan rinci masalah ini sudah kami jelaskan. Sesungguhnya perintah Nabi untuk membunuh anjing hitam itu sudah di-nasakh (dihapus).
Pada hakikatnya, manusia tidak hanya dituntut menghormati sesama manusia. Binatang dan tumbuhan pun perlu dijaga, dirawat, dan dilindungi kehidupannya. Demikian pula dengan anjing walaupun ia termasuk hewan yang diharamkan secara syariat. Tetapi bukan berarti ia boleh disakiti ataupun dibunuh dengan seenaknya.
Ia boleh dibunuh bila membahayakan dan merusak kenyaman manusia, misalnya anjing gila. Sedangkan anjing yang tidak berbahaya sekalipun tidak ada gunanya, tidak dibolehkan bagi kita untuk menyakiti dan membunuhnya.

Hukum LGBT

Lesbian Haram dan dihukum Takzir
Benar bahwa belakangan ini ramai diperbincangkan masalah Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Pelbagai kalangan dan tingkatan usia membicarakan masalah ini.
Setidaknya ada empat masalah berbeda perihal LGBT. Semuanya memerlukan pembahasan tersendiri. Pada kesempatan ini kita mengangkat masalah lesbian dari sisi hukum Islam. Sebagaimana kita ketahui bahwa fikih adalah ilmu yang berkaitan dengan perilaku mukallaf. Artinya kita akan memandang masalah lesbian dari perilaku seksualnya. Lesbian sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah wanita yang mencintai atau merasakan rangsangan seksual sesama jenisnya. Dengan kata lain, lesbian adalah wanita homoseks. Syekh Nawawi Banten menyebut status hukum hubungan seksual wanita homoseks dalam karyanya Nihayatuz Zain sebagai berikut.
وتساحق النساء حرام ويعزرون بذلك لأنه فعل محرم. قال القاضي أبو الطيب وإثم ذلك كإثم الزنا، لقوله صلى الله عليه وسلم "إذا أتت المرأة المرأة فهما زانيان"
Artinya, “Hubungan seksual sesama perempuan (sihaq) adalah haram. Pelakunya dikenakan sanksi level takzir karena sihaq merupakan tindakan yang diharamkan. Qadhi Abut Thayyib mengatakan, ‘Dosa sihaqserupa dengan dosa zina berdasarkan sabda Rasulullah SAW, ‘Bila perempuan melakukan seksual dengan sejenisnya, keduanya telah berzina’,’” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadi’in, Al-Ma‘arif, Bandung, tanpa tahun, Halaman 349).
Lalu sanksi apa yang dikenakan bagi pelaku hubungan homoseksual wanita ini? Imam An-Nawawi di dalam Raudhatut Thalibbin menyebutkan bahwa sanksi lesbian tidak sampai batas hudud, level sanksi terberat dalam hukum Islam seperti rajam. Mereka hanya dikenakan takzir, satu tingkat sanksi di bawah hudud.
المفاخذات ومقدمات الوطء وإتيان المرأة المرأة لا حد فيها
Artinya, “Aktivitas pemenuhan seksual dengan mempertemukan paha, pendahuluan-pendahuluan dalam bersetubuh (foreplay), dan tindakan lesbian, tidak dikenakan sanksi hudud,” (Lihat Muhyiddin An-Nawawi,Raudhatut Thalibin wa ‘Umdatul Muftiyyin, Darul Fikr, Beirut, Tahun 2005 M/1425-1426 H, Juz VIII, Halaman 415). Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj yang kemudian diuraikan lebih jauh oleh Ibnu Qasim Al-Abbadi mempertegas sanksi takzir bagi pelaku homoseksual wanita/lesbian.
ولا حد بمفاخذة وغيرها مما ليس فيه تغييب حشفة كالسحاق( عبارة المغني ولا بإتيان المرأة المرأة بل تعزران ولا باستمنائه باليد بل يعزر اما بيد من يحل الاستمتاع بها فمكروه لأنه في معنى العزل) لعدم الإيلاج السابق(
Artinya, “(Tiada sanksi hudud bagi tindakan seksual dengan paha dan aktivitas seksual lain yang tidak sampai memasukan kelamin laki-laki seperti sihaq) redaksi dalam Mughni, ‘Tiada sanksi hudud bagi pelaku lesbian. Keduanya cukup di-takzir. Begitu juga mereka yang melakukan masturbasi dengan tangannya. Mereka di-takzir. Sedangkan masturbasi pria dengan menggunakan tangan istri atau budak perempuannya, hukumnya makruh karena masuk kategori ‘azal [keluar mani di luar vagina]’ (karena tidak ada masuknya penis seperti keterangan lalu),” (Lihat Abdul Hamid As-Syarwani dan Ahmad Ibnu Qasim Al-Abbadi, Hawasyi Tuhfatil Muhtaj, Musthofa Muhammad, Mesir, Juz IX, Halaman 104).
Dari sejumlah keterangan di atas kita memahaminya bahwa hubungan seksual lesbian adalah haram dan dosa besar yang memiliki konsekuensi hukum di dunia. Pelakunya dikenakan sanksi takzir yang diijtihadkan oleh pemerintah dalam konteks Indonesia melalui perundang-undangan yang berlaku.
Perihal perkawinan sejenis seperti pernikahan sesama lesbian, jelas tidak dibenarkan karena tidak memenuhi syarat pernikahan. Hukum positif tidak boleh melegalkan pernikahan mereka. Pemerintah baik eksekutif maupun legislatif akan berlaku zalim bila melakukan legalisasi perbuatan keji. Imam An-Nawawi secara eksplisit menyebut perilaku homoseksual wanita sebagai perbuatan keji.
إيلاج الفرج في الفرج يدخل فيه اللواط وهو من الفواحش الكبائر
Artinya, “Pemasukan vagina ke vagina, termasuk juga di dalamnya homoseksual pria (liwath) adalah bagian dari perbuatan keji dan dosa besar,” (Lihat Muhyiddin An-Nawawi, Raudhatut Thalibin wa ‘Umdatul Muftiyyin, Darul Fikr, Beirut, Tahun 2005 M/1425-1426 H, Juz VIII, Halaman 414)
Adapun orientasi seksual, menurut hemat kami, adalah masalah medis yang bisa dikonsultasikan kepada para psikiater, medisin, atau pengobatan alternatif. Masalah orientasi sejenis ini masuk dalam ruang lingkup medis yang memiliki metode sendiri dalam menangani masalah ini.
Kendati demikian, masyarakat tidak boleh mengucilkan mereka secara sosial. Mereka justru membutuhkan dukungan masyarakat dalam mengatasi problem medis yang tengah mereka hadapi.
Sumber: http://www.nu.or.id/post/read/65914/hukum-hubungan-seksual-lgbt-lesbian

Tafsir Jalalain Surat Ali-Imran Ayat 15-20

Masjid Al-Muhajirin Tjitra Mas Residence, 28 Pebruari 2016. Oleh Ustadz Muh. Khamdan, MA.Hum
Allah ta’ala berfirman:
قُلْ أَؤُنَبِّئُكُم بِخَيْرٍ مِّن ذَلِكُمْ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِندَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُُ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَأَزْوَاجُ مُّطَهُّرَةُ وَرِضْوَانُ مِّنَ اللهِ وَاللهُ بَصِيرُ بِالْعِبَادِ
15) Artinya: Katakanlah, ‘Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?’Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) istri-istri yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hambaNya.
Allah ta’ala memberitakan tentang hal itu yaitu bahwasanya orang-orang yang bertakwa kepada Allah yang menegakkan penghambaan hanya kepadaNya maka bagi mereka kesena-ngan yang lebih baik dari semua kenikmatan itu. Mereka akan mendapatkan berbagai bentuk kebaikan dan kenikmatan yang abadi yang belum pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terlintas dalam benak seorang manusia pun. Dan bagi mereka keridhaan Allah yang merupakan perkara yang paling agung dari segala sesuatu, bagi mereka istri-istri yang suci dari segala kekurangan dan cacat, akhlak mereka baik, bentuk mereka sangat sempurna, karena peniadaan itu berkonsekuensi kepada hal yang bertentangan dengannya, oleh karena itu kesuciannya dari kekurangan menunjukkan kepada kesempurnaannya.
(وَاللهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَاد) “Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya”; maka Allah memudahkan setiap orang itu kepada apa yang telah diciptakan untuknya. Adapun orang-orang yang bahagia maka Allah memudahkan mereka dalam beramal untuk negeri yang abadi tersebut dan mereka menjadikan kehidupan dunia ini dan segala hal yang ada padanya untuk membantunya dalam beribadah kepada Allah dan taat kepadaNya. Sedangkan orang-orang yang sengsara dan yang berpaling maka Allah membiarkan mereka melakukan perbuatan orang-orang yang sengsara dan mereka ridha terhadap kehidupan dunia, senang padanya serta mereka menjadikannya sebagai tempat menetap mereka.
الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَآإِنَّنَآءَامَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
16)Yaitu) orang-orang yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka.
Orang-orang yang ilmunya mendalam itu adalah ulama dan ahli iman, di mana mereka bertawasul dengan keimanan mereka itu kepada Tuhan mereka demi ampunan dosa-dosa mereka dan pemeliharaan mereka dari siksa neraka. Hal-hal yang seperti ini adalah di antara sarana yang dicintai oleh Allah dari seorang hamba yang bertawassul kepada Tuhannya dengan apa yang telah Dia karuniakan kepada hamba tersebut berupa keimanan dan amal-amal shalih hingga penyempurnaan kenikmatan atas dirinya yaitu dengan memperoleh pahala yang sempurna dan penghindaran dari siksaan.
الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِاْلأَسْحَارِ
(17)” (yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur.
Allah mensifati orang yang bertakwa dengan sebaik-baik sifat yaitu, dengan kesabaran, yang artinya adalah: pengendalian diri berdasarkan perkara yang dicintai oleh Allah demi mengharap keridhaanNya, mereka bersabar atas ketaatan kepada Allah, bersabar dalam meninggalkan maksiat kepadaNya dan bersabar atas takdir-takdir Allah yang menyakitkan, dan bersabar dengan sifat jujur dalam segala perkataan maupun kondisi yaitu kesesuaian antara lahir maupun batin, tekad yang benar dalam menempuh jalan yang lurus, dan dengan sifat patuh yang artinya ketaatan yang terus menerus disertai dengan kekhusyu’an dan ketundukan, juga dengan memberi nafkah pada jalan-jalan kebajikan, kepada para fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan, dan dengan permohonan ampunan khususnya diwaktu sepertiga malam yang terakhir, karena mereka memanjangkan shalat mereka hingga waktu sahur lalu mereka tetap dalam hal itu seraya memohon ampun kepada Allah.
شَهِدَ اللهُ أَنَّهُ لآَإِلَهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُوا الْعِلْمِ قَآئِمًا بِالْقِسْطِ لآَإِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
(18) “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada tuhan (yang berhak di-sembah) melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga me-nyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Mahaperkasa lagi Maha bijaksana.
Ini adalah persaksian paling mulia yang bersumber dari Raja Yang Maha Agung, dan dari para malaikat serta orang-orang yang berilmu, atas suatu perkara yang paling mulia yang disaksikan yaitu pengesaan Allah dan penegakanNya akan keadilan. Itu semua mengandung persaksian atas seluruh syariat dan seluruh hukum-hukum pembalasan, karena syariat dan ajaran itu dasar dan pondasi-nya adalah tauhidullah dan pengesaanNya dengan ibadah dan pengakuan akan keesaanNya dalam sifat-sifat keagungan, kesombongan, kebesaran, keperkasaan, kuasa dan kemuliaan, juga dengan sifat kedermawanan, kebajikan, kasih sayang, perbuatan baik, keindahan, dan dengan kesempurnaanNya yang mutlak yang tidak dapat dihitung oleh seorang pun dari makhluk untuk meliputi sedikit pun darinya atau mereka mencapainya atau mereka sampai kepada sanjungan atasNya. Dan ibadah-ibadah yang syar’i dan muamalah serta hal-hal yang mengikutinya, perintah maupun larangan, semua itu adalah keadilan yang tidak ada kezhaliman padanya, kesewenang-wenangan dalam keadaan apapun, bahkan semua itu berada pada puncak dari hikmah dan kepastian, serta balasan terhadap amalan-amalan shalih maupun buruk, semua itu adalah keadilan.
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللهِ اْلإِسْلاَمُ وَمَااخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلاَّ مِن بَعْدِ مَاجَآءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَن يَكْفُرْ بِئَايَاتِ اللهِ فَإِنَّ اللهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
(19) Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisabNya.
Allah ta’ala memberitakan, Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah” maksudnya, agama yang mana Allah tidak memiliki agama selainnya dan tidak pula diterima se-lainnya adalah ” Islam,” yang artinya ketundukan kepada Allah semata, secara lahir maupun batin dengan apa yang disyariat-kanNya melalui lisan rasul-rasulNya.
فَإِنْ حَآجُّوكَ فَقُل أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ للهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ وَقُل لِّلَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ وَاْلأُمِّيِّينَ ءَأَسْلَمْتُمْ فَإِنْ أَسْلَمُوا فَقَدِ اهْتَدَوْا وَّإِن تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلاَغُ وَاللهُ بَصِيرُبِالْعِبَادِ
(20) Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), maka katakanlah, ‘Aku menyerahkan diriku kepada Allah, dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku.’ Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi al-Kitab dan kepada orang-orang yang ummi, ‘Apakah kamu (mau) masuk Islam. ‘Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hambaNya.
Ketika Allah menjelaskan bahwa agama yang benar di sisiNya adalah Islam, dan ahli kitab itu telah berdialog dengan Nabi a dengan perdebatan dan hujjah telah tegak atas mereka tetapi mereka membangkang terhadapnya, maka Allah memerintahkan kepada NabiNya pada kondisi itu agar berkata dan membe-ritakan bahwasanya ia telah berserah diri lahir maupun batin kepada Allah, dan bahwa orang-orang yang mengikutinya juga tetap sepakat dengannya dalam ketundukan yang tulus. Dan agar beliau berkata kepada manusia seluruhnya, dari ahli Kitab dan orang-orang yang ummi -orang-orang yang tidak memiliki kitab dari bangsa Arab- dan selain mereka apabila mereka berserah diri maka mereka berada di atas jalan yang lurus, petunjuk dan kebenaran. Dan apabila kalian berpaling maka perhitungan kalian hanya pada Allah, sedang saya tidak ada tugas kecuali menyampaikan saja, dan telah saya sam-paikan kepada kalian dan telah saya tegakkan hujjah atas kalian.