Mari Makmurkan Masjid dengan Sholat Berjamaah di Masjid
Jumat, 24 Oktober 2014
Puasa Sunnah Akhir Tahun dan Awal Tahun
Adakah Dasar Hukumnya?
Jumat ini bertepatan dengan tanggal 24 Oktober 2014 adalah hari terakhir bulan Dzul Hijjah, sekligus juga hari penutup tahun 1435 H. Melangkah-sambut tahun baru hijriyah 1436 bertepatan hari sabtu 25 Oktober 2014. Selamat jalan tahun lama dan selamat datang tahun baru.
Hari-hari ini adalah waktu yang tepat untuk ber-muhasabah, menghitung jumlah dosa yang telah dilakukan tahun lalu dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Sekaligus juga bersyukur kepada Allah swt yang masih memberikan umur panjang hingga detik ini. Jangan sampai amal ibadah kita besok lebih buruk dari hari ini dan hari kemaren.
Dalam rangka muhasabah dan bersyukur ini banyak orang yang mengungkapkannya dengan berbagai macam ibadah. Diantaranya adalah dengan berpuasa di hari akhir (penutup) tahun, dan di hari awal (pembuka) tahun. Oleh karena itulah ulama salaf di Jawa menamakan puasa dua hari ini dengan nama puasa tutup kendang.
Memang, mengenai puasa dua hari ‘tutup kendang’ ini banyak sekali perdebatan entah karena dalil yang lemah maupun karena anggapan bid’ah. Akan tetapi selama puasa ini dilakukan dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah swt dalam bermuhasabah, maka hal itu termasuk amal saleh.
Bukankah lebih baik berpuasa dan ber-muhasabah dari pada membiarkan waktu berlalu tanpa makna? Apalagi jika puasa itu ternyata ada dalil hadits Rasulullah saw yang berbunyi:
من صام آخر يوم من ذي الحجة، وأول يوم من المحرم فقد ختم السنة الماضية بصوم، وافتتح السنة المستقبلة بصوم، جعل الله له كفارة خمسين سنة
Barang siapa yang berpuasa sehari pada akhir tahun dari bulan Dzulhijjah dan puasa sehari pada awal dari bulan Muharram, maka ia sungguh-sungguh telah menutup tahun yang lalu dengan puasa dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa, dan Allah Ta’ala menjadikan kaffarah/terlebur dosanya selama 50 tahun.
Demikianlah pahala yang dijanjikan oleh Allah swt kepada mereka yang berpuasa tutup kendang.
Rabu, 15 Oktober 2014
Qurban Ayam
KETIKA Umar, seorang santri senior, menjelaskan tentang bab Qurban, salah satu santri juniornya, Yahya memotong penjelasan dan bertanya.
“Mas, kenapa kok berqurban hanya unta, sapi taau lembu dan kambing?” tanya Yahya.
Umar pun menjawab, “Ya, karena ada tuntunan dari Al-Qur’an dan Hadis, Ya…”
Kurang puas dengan jawaban Umar. Yahya pun bertanya lagi, “Mengapa ayam tidak boleh?”
“Karena unta, sapi dan kambing ada tuntunannya sedangkan ayam tidak ada tuntunannya,” tegas Umar.
Ternyata Yahya masih ngeyel, dan tanya lagi, “Lha iya kenapa tuntunannya begitu, Mas?”
Umar pun menjawab, “Masa ayam dituntun...!!!”
Yahya pun terdiam, sambil menundukan kepala
Selasa, 14 Oktober 2014
Shalat Jum’at di Perkantoran
Assalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.
“Apakah sah shalat Jum’at yang diadakan di gedung perkantoran dimana jama’ahnya adalah para pekerja yang bukan mukimin di wilayah seputaran tempat dilaksanakan shalat Jumat?”
SJawaban
Shalat Jum’at merupakan salah satu ibadah yang telah ditetapkan kewajibannya oleh Allah swt kepada hamba-hamba-Nya yang beriman melalui sebuah firman-Nya yang terdapat dalam surat al-Jumu’ah ayat 9. Kewajiban tersebut kemudian dijabarkan oleh Rasulullah saw tertuju kepada selain para budak, kaum perempuan, anak-anak yang belum baligh, orang yang sedang sakit dan dipandang sebagai uzur, serta orang yang sedang dalam bepergian dengan jarak yang telah memenuhi radius rukhshah (boleh tidak jum’atan).
Setelah melakukan analisa yang cukup mendalam mengenai dalil-dalil yang terkait dengan shalat Jum’at baik dari Al-Qur’an maupun hadist, mayoritas ulama’ Syafii’yyah berpandangan bahwa termasuk syarat sah pelaksanaan khutbah Jum’at berikut shalatnya harus diikuti oleh minimal 40 orang ahli Jum’at (muslim, bukan budak, telah baligh dan dinyatakan sebagai penduduk tetap untuk satu daerah setempat yang mengadakan shalat Jum’at/mustauthin).
Permasalahan ini sebenarnya pernah dibahas dalam musyawarah nasional alim ulama pada tahun 1997 di Lombok dengan keputusan bahwa Shalat Jum’at tanpa mustauthin dan muqimin atau dengan mustauthin dan muqimin, tetapi tidak memenuhi syarat, hukumnya tafshil atau dirinci sebagai berikut:
1. Tidak sah, menurut mayoritas ulama Syafi’iyyah. Sementara Imam Syafi’i sendiri dalam qaul qadim yang dikuatkan oleh al-Muzanni memandang sah bila jumlah jama’ah itu diikuti mustauthin minimal 4 orang.
2. Imam Abu Hanifah mengesahkan secara mutlak. Adapun rujukan yang digunakan antara lain: Risalah Bulugh al-Umniyah fi Fatawa al-Nawazil al-‘Ashriyah karya Muhammad Ali al-Maliki:
بَلْ قَالَ شَيْخُنَا فِيْ تَقْرِيْرِهِ عَلَى إِعَانَتِهِ أَنَّ لِلشَّافِعِيِّ قَوْلَيْنِ قَدِيْمَيْنِ فِيْ الْعَدَدِ أَيْضًا أَحَدُهُمَا أَقَلُّهُمْ أَرْبَعَةٌ. حَكَاهُ عَنْهُ صَاحِبُ التَّلْخِيْصِ وَحَكَاهُ فِيْ شَرْحِ الْمُهَذَّبِ
Artinya: Bahkan guruku, al-Bakri bin Muhammad Syaththa, dalam catatan atas kitab I’anah at-Thalibinnya berkata: “Sungguh Imam Syafi’i punya dua qaul qadim tentang jumlah jamaah shalat Jum’at pula. Salah satunya adalah minimal empat orang. Pendapat ini dikutip oleh pengarang kitab al-Talkhish dan dihikayatkan al-Nawawi dalam Syarh al-Muhadzdzab.
Dalam Al-Muhadzdzabyang disusun oleh Abu Ishaq al-Syairazi:
مِنْ شَرْطِ الْعَدَدِ أَنْ يَكُوْنُوْا رِجَالاً أَحْرَارًا مُقِيْمِيْنَ بِالْمَوْضِعِ فَأَمَّا النِّسَاءُ وَالْعَبِيْدُ وَالْمُسَافِرُ فَلاَ تَنْعَقِدُ بِهِمْ الْجُمْعَةُ لِأَنَّهُ لاَ تَجِبُ عَلَيْهِمْ الْجُمْعَةُ فَلاَ تَنْعَقِدُ بِهِمْ كَالصِّبْيَانِ وَهَلْ تَنْعَقِدُ بِمُقِيْمِيْنَ غَيْرَ مُسْتَوْطِنِيْنَ فِيْهِ وَجْهَانِ قَالَ أَبُوْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ هُرَيْرَةَ تَنْعَقِدُ بِهِمْ لِأَنَّهُ تَلْزَمُهُمْ الْجُمْعَةُ فَانْعَقَدَتْ بِهِمْ كَالْمُسْتَوْطِنِيْنَ
Artinya: Di antara syarat jumlah jamaah tersebut adalah, mereka terdiri dari laki-laki, merdeka dan menetap di suatu tempat. Adapun perempuan, budak dan musafir, maka shalat Jum’at tidak menjadi sah dengan kehadiran mereka, karena mereka tidak berkewajiban melaksanakan shalat Jum’at sehingga shalat itu pun tidak menjadi sah dengan kehadiran mereka, sama seperti anak-anak.
Apakah shalat Jum’at itu sah dengan jamaah terdiri dari para muqimin (penduduk) yang tidak menetap. Dalam hal itu terdapat dua wajh; Abu Ali bin Abi Hurairah berpendapat: “Shalat Jum’at dengan mereka itu sah karena mereka berkewajiban shalat Jum’at, sehingga shalat itu menjadi sah, sama seperti para penduduk tetap.”
Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh karya Syekh Wahbah Zuhaili:
وَأَقَلُّهُمْ عِنْدَ أَبِيْ حَنِيْفَةَ وَمُحَمَّدٍ فِي اْلأَصَحِّ ثَلاَثَةُ رِجَالٍ سِوَى اْلاِمَامِ، وَلَوْ كَانُوْا مُسَافِرِيْنَ أَوْ مَرْضَى لِأَنَّ أَقَلَّ الْجَمْعِ الصَّحِيْحِ إِنَّمَا هُوَ الثَّلاَثُ
Artinya: Dan jumlah minimal jamaah Jum’at menurut Abu Hanifah dan Muhammad dalam pendapat al-Ashah adalah tiga orang selain imam, walaupun mereka itu musafir dan orang sakit, karena minimal jumlah jamak yang sahih itu adalah tiga.
Dari uraian ini ada beberapa pilihan bagi kita dalam menghadapi permasalahan ini: Pertama, mengikuti pendapat mayoritas ulama syafi’iyah yang menganggap jum’atan tersebut tidak sah dengan konsekuensi karyawan kantor mencari kampung terdekat yang menyelenggarakan shalat Jum’at oleh penduduk setempat.
Kedua, mengikuti pendapat qaul qadim imam Syafi’i dengan konsekuensi harus ada atau kalau perlu mendatangkan minimal 4 orang penduduk di sekitar kantor untuk ikut shalat Jum’at di perkantoran.
Ketiga, mengikuti pendapat imam Hanafi dengan konsekuensi mengetahui tata cara yang terkait dengan pelaksanaan shalat Jum’at mulai dari tata cara wudhu sampai dengan shalatnya berikut syarat,rukun dan hal-hal yang membatalkannya menurut madzhab Hanafi.
Mudah-mudahan jawaban ini dapat membuka cakrawala kita mengenai keberagaman dalam menjalankan perintah agama. Amin. Wallahu a’lam.
Dosa Terhapus karena Anak Kecil
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda, sebagaimana dalam sabda Nabi Muhammad SAW.
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيُوَقِّرْ كَبِيرَنَا
“Bukan termasuk dari golongan kami orang yg tak menyayangi anak kecil dan tak menghormati orang tua (orang dewasa).” (HR. Hadits Tirmidzi No.1843)
Selain mendapat pengakuan sebagai umat dari Nabi Muhammad, juga akan dilebur dosa-dosanya walaupun itu besar.
Syekh Nawawi Banten dalam kitabnya, Qâm‘uith Tughyân halaman 18 menjelaskan bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karamallahu wajhah menceritakan, bahwa ada seorang tamu datang kepada bagina Nabi Muhammad untuk melaporkan bahwa ia telah melakukan perbuatan maksiat, dan meminta kepada Nabi agar memohon ampunan kepada Allah atas dosa-dosa tamu tersebut.
Sebelum permintaan itu dipenuhi, Rasulullah pun bertanya kepada si tamu tersebut, “maksiat apa yang telah kamu lakukan?
“Saya malu mengungkapkan perbuatan masiat tersebut, Ya Rasulullah SAW,” Jawab si Tamu.
Kemudian Nabi mendesak, “Kenapa kau harus malu menceritakan di depan saya tentang dosa-dosa yang telah kamu perbuat, sedangkan kepada Allah swt. yang selalu memantaumu tidak malu?
Setelah itu Rasulullah meminta kepada si tamu untuk segera pergi. “Pergilah, sebelum api neraka datang ke sini karena ulah dosa-dosamu!”
Akhirnya si tamu tersebut pergi sambil menangis dengan perasaan sedih bercampur kecewa.
Tidak lama kemudian, Malaikat Jibril datang dan menenggur Nabi, “Ya Muhammad janganlah membuat si tamu yang melakukan maksiat merasa sedih dan putus asa, karena si tamu sudah membayar kafarat (denda) atas dosanya, walaupun dosa tersebut besar”.
Nabi Muhammad pun bertaya, “Apa kafaratnya?
“Kafaratnya adalah anak kecil. Ketika tamu yang datang tadi tiba di rumahnya, tiba-tiba ada anak kecil mencegatnya dan meminta sesuatu yang bisa dimakan. Akhirnya tamu itu memberikan makanan. Lantas anak itu pergi dengan perasaan senang dan bahagia. Itulah kafarat atas dosa si tamu,” jelas Malaikat Jibril kepada Rasulullah.
Masjid Al-Muhajirin Dipenuhi Jamaah Sholat Idul Adha
Sholat Idul Adha Pertama di Tahun 2014
Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Al-Muhajirin menyelenggarakan sholat Idhul Adha untuk yang pertama (5/10), setelah sebelumnya juga melakukan sholat Idul Fitri. Jamaah yang hadir untuk mengikuti sholat idhul adha jauh lebih banyak dari sholat idul fitri sebelumnya.
Menurut seksi tata tempat Delon, jamaah yang hadir kali ini mencapai lebih dari 300-an orang. Para pengurus DKM, pengurus RT 4 RW 1, jamaah pengajian ibu, para remaja masjid, dan warga Perumahan Tjitra Mas Residence beserta masyarakat kampung Berkat Desa Kalisuren sekitar masjid, berbaur memenuhi gedung masjid dan pelataran serta jalanan samping dan depan masjid. Bertindak selaku Imam, Ustadz Taufiq, dan Khotib Ustadz Khamdan.
Dalam khotbahnya Ustad Khamdan menyampaikan bahwa idul adha merupakan momentum untuk mencontoh perjuangan keikhlasan dan kekuatan keluarga besar Nabi Ibrahim AS. Perjuangan gigih mendakwahkan Islam oleh Nabi Ibrahim, dapat mengalami keberhsilan karena adanya dukungan dari istri dan anaknya. Tidak ada cara lain hal itu dapat terwujud, kecuali adanya keteladanan langsung dari Nabi Ibrahim kepada keluarganya. Keikhlasan dan kesetiaan kepada Allah tidak hanya dengan ungkapan, tapi akan teruji oleh Allah secara langsung dengan meminta adanya pengorbanan, baik secara lahir maupun batin, materiil maupun imateriil.
Khotib mengajak jamaah untuk bersama-sama mencermati apa yang dilakukan oleh Ibrahim, Ibrahim yang menginginkan negeri aman, penuh keberkahan, sekaligus menginginkan anak cucunya jauh dari menyembah berhala, serta adanya permintaan tempat yang terhormat. ‘Oleh karena itu warga Perumahan Tjitra Mas Residence dalam upaya mencontoh Nabi Ibrahim, harus bersatu padu membangun keluarganya menjadi keluarga yang saling menguatkan dalam dakwah Islam, menjaga keamanan dan kenyamanan warga, sekaligus mendamaikan suasana dengan penuh nuansa ketakwaan, karena bertaqwa kepada Allah adalah solusi terbaik dalam menghadapi segala ujian”. ungkap khotib
Masuk Neraka Gara-gara Air Wudhu?
Seri Kisah Teladan Musim Kekeringan
Berikut ini adalah cerita tentang dua orang dengan kondisi yang kontras: seorang laki-laki kaya raya dan perempuan papa. Dalam keseharian pun, keduanya tampak begitu berbeda. Sang lelaki hidupnya padat oleh kesibukan duniawi, sementara wanita yang miskin itu justru menghabiskan waktunya untuk selalu beribadah.
Kesungguhan dan kerja keras lelaki tersebut membawanya pada kemapanan ekonomi yang diidamkan. Kekayaannya tak ia nikmati sendiri. Keluarga yang menjadi tanggung jawabnya merasakan dampak ketercukupan karena jerih payahnya. Lelaki ini memang sedang berkerja untuk kebutuhan rumah tangga dan pendidikan anak-anaknya.
Nasib lain dialami si perempuan miskin. Para tetangganya tak menemukan harta apapun di rumahnya. Kecuali sebuah bejana dengan persediaan air wudhu di dalamnya. Ya, bagi wanita taat ini, air wudhu menjadi kekayaan yang membanggakan meski hidup masih pas-pasan. Bukanah kesucian menjadikan ibadah kita lebih diterima dan khidmat? Dan karenanya menjanjikan balasan yang jauh lebih agung dari sekadar kekayaan duniawi yang fana ini?
Syekh Abdul Wahhab Asy-Sya’rani dalam kitab al-Minahus Saniyyah mengisahkan, suatu ketika ada seorang yang mengambil wudhu dari bejana milik perempuan itu. Melihat hal demikian, si perempuan berbisik dalam hati, “Kalau air itu habis, lalu bagaimana aku akan berwudhu untuk menunaikan sembahyang sunnah nanti malam?”
Apa yang tampak secara lahir tak selalu menunjukkan keadaan sebenarnya. Diceritakan, setelah meniggal dunia, keadaan keduanya jauh berbeda. Sang lelaki kaya raya itu mendapat kenikmatan surga, sementara si perempuan papa yang taat beribadah itu justru masuk neraka. Apa pasal?
Lelaki hartawan tersebut menerima kemuliaan lantaran sikap zuhudnya dari gemerlap duniawi. Kekayaannya yang banyak tak lantas membuatnya larut dalam kemewahan, cinta dunia, serta kebakhilan. Apa yang dimilikinya semata untuk kebutuhan hidup, menunjang keadaan untuk mencari ridla Allah.
Pandangan hidup semacam ini tak dimiliki si perempuan. Hidupnya yang serbakekurangan justru menjerumuskan hatinya pada cinta kebendaan. Buktinya, ia tak mampu merelakan orang lain berwudhu dengan airnya, meski dengan alasan untuk beribadah. Ketidakikhlasannya adalah petunjuk bahwa ia miskin bukan karena terlepas dari cinta kebendaan melainkan “dipaksa” oleh keadaan.
Syekh Abdul Wahhab Asy-Sya’rani menjelaskan dalam kitab yang sama bahwa zuhud adalah meninggalkan kecenderungan hati pada kesenangan duniawi, tapi bukan berarti mengosongkan tangan dari harta sama sekali. Segenap kekayaan dunia direngkuh untuk memenuhi kadar kebutuhan dan memaksimalkan keadaan untuk beribadah kepada-Nya.
Nasihat ulama sufi ini juga berlaku kebalikannya. Untuk cinta dunia, seseorang tak mesti menjadi kaya raya terlebih dahulu. Karena zuhud memang berurusan dengan hati, bukan secara langsung dengan alam bendawi.
Alhamdulillah, Pemotongan Hewan Qurban Lancar
Seekor Sapi Mengamuk Disusul 10 Kambing
Diiringi kekhawatiran tentang sapi hewan qurban yang mengamuk, pemotongan 11 hewan qurban oleh panitia Idul Adha berjalan lancer. Memang panitia sempat mengalami kerepotan ketika mengatasi seekor sapi yang mengamuk,yang kemungkinan diakibatkakn stress dikerubungi banyak orang. Lebih dari 200-an orang yang kebanyakan anak-anak mengelilingi 10 kambing dan seekor sapi yang mengamuk. “Alhamdulillah semua lancer,sehingga kegiatan dapat selesai sebelum waktu Ashar”, ujar NurKholiq selaku ketua panitia. "Daging hewan qurban disalurkan menjadi 280 kantong, yang terdiri dari 205 untuk warga Perumahan Tjitra Mas Residence, 55 untuk warga kampong sekitar, dan 20untuk panitia”. Kata Deden Sukanta selaku coordinator daging dan pembagian.
Pembangunan Serambi Masjid Al-Muhajirin Dilanjutkan
Rencana Dimulai 26 Oktober
Hampir sebulan pembangunan serambi masjid tahap pertama berupa pembangunan atap selesai. Kendati dengan dana tersisa sekitar 5,2 juta rupiah, panitia dan pengurus DKM (Dewan Kemakmuran Masjid) bertekad untuk melanjutkan tahap kedua,yaitu pembangunan tembok pembatas serambi dan halaman.
Seperti tertuang dalam Masterplan pembangunan, panitia pembangunan yang dikoordinatori Yayan Heryana telah membuat tahapan pembangunan menjadi tiga fase.
"Memang saat ini ada sedikit pertanyaan dari warga tentang pendanaan. Tapi, panitia harus optimis bahwa demi masjid yang lebih layak dan nyaman untuk beribadah para jamaah, maka menunda-nunda tahapan pembangunan serambi akan menjadikan semangat mengendur”. ujar Yayan Heryana dalam acara rapat pengurus DKM dan panitia pembangunan di sela agenda rutin pengajian malam senin (12/10). Hadir pada kesempatan itu sekitar 25 jamaah yang datang dari berbagai blok Perumahan Tjitra Mas Residence.
Ustad Tauffiq selaku ketua DKM menjelaskan, manfaat pembangunan serambi akan dirasakan pada masa anak cucu generasi mendatang. Terlebih untuk kegiatan mengaji rutin anak-anak dan kegiatan TPA yang kini memiliki santri lebih dari 60 anak.Hal demikian dikuatkan oleh Ustadz Hamdan dengan menyepakati pembangunan tahap kedua akan dimulai pada 26 Oktober sambil menunggu tim desain yang dipimpin Arfiyanto untuk menyelesaikan konsep pembangunan.
Langganan:
Postingan (Atom)